WahanaNews-Jambi I Eks penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Ajun Komisaris Polisi (AKP) Stepanus Robin Pattuju kerap mengunjungi mantan Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari di Lapas Tangerang.
Hal itu terungkap dalam kesaksian Agus Susanto.
Baca Juga:
Didominasi Penegak Hukum, MAKI: Pimpinan Baru KPK Tak Mewakili Masyarakat dan Perempuan
Agus yang merupakan anggota Polri tahun 2002-2011 bersaksi bagi terdakwa Robin dan advokat Maskur Husain dalam perkara dugaan suap terkait penghentian kasus Wali Kota Tanjungbalai Tahun 2020-2021.
"Ke Lapas Perempuan Tangerang lebih dari dari tiga kali untuk bertemu dengan Bu Rita Widyasari," ucap Agus dalam kesaksiannya di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (20/9/2021).
Pada 2020, Robin menjadikan Agus sebagai sopirnya. Rita Widyasari sendiri disebut dalam dakwaan, memberikan uang kepada Robin sekitar Rp5,197 miliar.
Baca Juga:
Setyo Budiyanto Terpilih sebagai Ketua KPK: OTT Tetap Senjata Utama
Uang itu untuk mengurus pengembalian aset yang disita KPK terkait dengan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dan peninjauan kembali (PK).
Menurut dakwaan, awalnya pada bulan Oktober 2020, Robin dikenalkan kepada Rita oleh Wakil Ketua DPR RI dari Fraksi Partai Golkar Azis Syamsuddin.
Seminggu kemudian, Robin bersama Maskur datang ke Lapas Kelas IIA Tangerang menemui Rita Widyasari dan menyampaikan dirinya merupakan penyidik KPK dengan memperlihatkan kartu identitas penyidik KPK serta memperkenalkan Maskur sebagai pengacara.
Pada saat itu, Robin dan Maskur meyakinkan Rita bahwa mereka bisa mengurus pengembalian aset-aset yang disita KPK terkait dengan TPPU dan PK yang diajukan Rita dengan imbalan sejumlah Rp10 miliar.
Agus juga menceritakan sejak menjadi sopir bagi Robin, dia sering mengunjungi Lapas Sukamiskin Bandung untuk bertemu bos PT Gloria Karsa Radian Azhar.
Radian Azhar sendiri telah divonis 1 tahun 6 bulan penjara karena terbukti bersalah menyuap Kepala lapas Sukamiskin Bandung Wahid Husen.
“Kalau ke lapas Sukamiskin tiga kali bertemu dengan pak Radian Azhar, ada urusan bisnis,” kata Agus.
AKP Stepanus Robin Pattuju didakwa menerima uang Rp 11 miliar dan 36 ribu dolar AS atau setara Rp 11,538 miliar. Jaksa penuntut umum (JPU) pada KPK mendakwa ajun komisaris polisi (AKP) tersebut menerima suap dari lima pihak beperkara di komisi antikorupsi.
"Terdakwa bersama Maskur Husain menerima hadiah atau janji berupa uang dengan jumlah keseluruhan Rp11.025.077.000 dan 36.000 dolar AS atau setidak-tidaknya sejumlah itu," bunyi dakwaan Robin sebagaimana dibacakan jaksa di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (13/9/2021).
Dalam melancarkan aksinya, Robin dibantu seorang advokat bernama Maskur Husain. Berikut rincian uang yang diterima Robin bersama dengan Maskur Husain:
1. Dari Wali Kota Tanjungbalai Muhamad Syahrial sejumlah Rp1.695.000.000;
2. Dari Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin dan politikus Partai Golkar Aliza Gunado sejumlah Rp3.099.887.000 dan 36.000 dolar AS;
3. Dari Wali Kota Cimahi Ajay Muhammad Priatna sejumlah Rp507.390.000;
4. Dari Usman Effendi sejumlah Rp525.000.000;
5. Dari mantan Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari sejumlah Rp5.197.800.000.
Untuk mata uang dolar AS, yaitu 36 ribu, bila dikurskan sekitar Rp513.297.001. Jadi total uang yang diterima Robin dan Maskur Husain total sekitar Rp11.538.374.001.
Jaksa mengatakan suap yang diberikan ke Robin berkaitan dengan perkara yang dihadapi lima pemberi suap tersebut. Perbuatan Robin itu dibantu oleh Maskur Husain yang berprofesi sebagai pengacara.
Dalam surat dakwaan itu, disebutkan Robin merupakan penyidik KPK sejak 15 Agustus 2019.
Robin juga disebut membuat rekening bank atas nama Riefka Amalia yang merupakan adik dari teman wanita Robin, rekening itu digunakan untuk menampung pemberian suap.
"Selain itu, Terdakwa juga mencari lokasi (safe house) guna tempat bertemu Terdakwa dengan Maskur Husain dan pihak lain untuk melakukan serah-terima uang," ucap jaksa.
Atas perbuatannya, Robin terancam pidana dalam Pasal Pasal 12 huruf a juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (selanjutnya disebut UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 dan Pasal 65 ayat (1) KUHP dan Pasal 11 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 dan Pasal 65 ayat (1) KUHP. (tum)