Jambi.WahanaNews.Co | Dua kelompok massa di Desa Sungai Gelam, Kecamatan Sungai Gelam, Kabupaten Muaro Jambi nyaris terlibat bentrok di area lahan perkebunan kelapa sawit desa setempat, Senin 18 Desember 2023.
Kedua kelompok yang bersiteru ini adalah masyarakat petani dan kawanan preman diduga suruhan Ketua Koperasi Bersatu Arah Maju (BAM), Sarpani alias Pepen.
Baca Juga:
Hari Jadi ke-73: Humas Polri Gelar Donor Darah Bareng Wartawan
Suasana ketegangan memuncak saat kelompok preman bayaran terlihat tersebut mengacungkan sajam jenis Samurai dan Badik ke arah petani.
Mereka menghadang kendaraan truk pengangkut kelapa sawit petani yang hendak keluar dari lokasi kebun.
Konflik di lahan pemberian izin usaha pemanfaatan hutan kemasyarakatan kepada Koperasi BAM seluas 691 hektare pada kawasan hutan produksi terbatas di Desa Sungai Gelam, Kecamatan Sungai Gelam, Kabupaten Muaro Jambi ini telah terjadi selama bertahun-tahun.
Baca Juga:
Berhadiah Total Rp480 Juta, Waktu Pendaftaran PLN Journalist Award 2024 Masih Dua Pekan Lagi
SK pemanfaatan lahan ini telah diserahkan Presiden Jokowi pada tahun 2018 lalu, kepada 380 orang masyarakat penerima yang tergabung ke dalam Koperasi BAM.
Mirisnya, hingga saat ini masyarakat yang tercantum di dalam SK Menteri nteri tersebut mengaku tidak dapat mengelolanya.
Masyarakat menyebut, ratusan hektare lahan yang diatasnya terdapat tanaman kepala sawit itu diduga kini dikuasai oleh Ketua Koperasi BAM, Sarpani.
Masyarakat yang namanya tercantum di dalam SK mengaku tidak bisa mengelola lahan mereka, lantaran selalu dihalang-halangi oleh kawanan preman bayaran.
“Kita mendapat bantuan lahan dari pemerintah, namun oleh Ketua Koperasi kita (Sarpani,red) tidak diberikan ke anggota. Selama ini masyarakat yang terdaftar di dalam SK selalu dilarang, diusir oleh preman saat akan menggarap dan mengelola lahan,”kata Sarju, salah seorang warga.
Hal senada juga diutarakan oleh Poniman, salah seorang masyarakat petani yang namanya tercantum di SK Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia.
Poniman menyatakan, semenjak SK diberikan oleh Presiden Jokowi pada tahun 2018 lalu hingga kini ia dan rekan-rekannya yang lain tidak bisa mengelola lahan.
“Kepada bapak Presiden, tolong beri kami keadilan,”kata Poniman.
Ia menjelaskan, di dalam SK Menteri yang ada, lahan 691 hektare tersebut tidak boleh diperjualbelikan, dipindahkan tangankan dan tidak boleh di wariskan.
“Nah kenapa lahan yang diberikan bapak Presiden kepada kami ini justru dikelola oleh pihak lain. Kepada bapak Bupati, bapak Gubernur dan Bapak Presiden tolong bantu masyarakat kecil ini,”ungkap Poniman.
Poniman menjelaskan, ratusan anggota yang terdaftar di Koperasi BAM saat ini sedih lantaran tidak bisa mengelola sendiri lahan pemberian pemerintah tersebut.
“Kapan kami masuk ke lahan, kami diusir premen. Kapan kami masuk Koperasi BAM akan ngajak mediasi, tapi tak kunjung ada mediasi,”tandasnya.
Salah seorang pekerja Koperasi BAM, manto menuturkan, bahwa tidak ada kawanan preman di lokasi perkebunan sawit yang saat ini masih berkonflik tersebut.
“Kitakan disini hanya sebagai pekerja, kalau masalah yang diberitahukan itu tidak tahu menahu. Tidak ada premanisme disini,”tuturnya.
Sementara itu, salah seorang pengelola lahan perkebunan kelapa sawit Koperasi BAM, Limbong mengaku bahwa ia tidak termasuk ke dalam 380 masyarakat yang tercantum di SK Menteri KLHK tersebut.
Limbong berdalih memiliki SK dari Ketua Koperasi BAM Sarpani untuk mengelola lahan dan menikmati hasilnya.
“Jujur saya ditunjuk untuk mengelola berdasarkan SK dari Pepen,”jelasnya.
Limbong mengaku telah sejak tahun 2020 lalu mengelola kebun sawit di lahan pemberian pemerintah tersebut.
“Ada 15 hektar yang kita kelola. Hasilnya ya untuk saya,”tandas Limbong. [Yg]