WahanaNews-Jambi | Komisi VII DPR RI meminta PT PLN (Persero) agar melakukan renegosiasi kontrak dengan pengembang listrik swasta atau Independent Power Producer (IPP).
Langkah renegosiasi ini dilakukan lantaran konsumsi listrik yang ada sekarang lebih sedikit jika dibandingkan dengan suplai listriknya.
Baca Juga:
Urgensi Krisis Iklim, ALPERKLINAS Apresiasi Keseriusan Pemerintah Wujudkan Transisi Energi Bersih
Ketua Komisi VII DPR RI, Sugeng Suparwoto meminta agar PT PLN dapat merevisi ulang kembali jadwal operasi beberapa pembangkit listrik yang akan beroperasi dalam waktu dekat. Mengingat perusahaan listrik saat ini tengah kelebihan pasokan listrik.
Hal ini penting dilakukan, lantaran PLN terikat kontrak dengan sistem take or pay (TOP). Artinya digunakan atau tidak digunakan listrik dari swasta, PLN mempunyai kewajiban untuk menyerap listrik tersebut.
"Kalau ada TOP PLN harus bayar lebih Rp 18 triliun kalau demand tidak naik kan jadi beban PLN. Nah komisi VII mendorong reschedule. Beberapa waktu lalu kita berhasil mendorong PLN bernegosiasi dengan IPP," kata Sugeng kepada CNBC Indonesia dalam Energy Corner CNBC Indonesia, dikutip Selasa (24/5/2022).
Baca Juga:
Di COP29, PLN Perluas Kolaborasi Pendanaan Wujudkan Target 75 GW Pembangkit EBT 2030
Demikian juga dengan beberapa pembangkit yang sudah beroperasi, ia mendorong agar PLN dapat merenegosiasikan mengenai skema TOP nya. Apalagi, PLN ke depan juga dibayangi program pembangkit listrik 35 ribu MW,
Untuk diketahui, PT PLN (Persero) mencatat, sampai pada April 2022 ini penjualan listrik mengalami peningkatan hingga 8,62% atau dengan konsumsi mencapai 88.803 Giga Watt hour (GWH) dibanding periode yang sama tahun lalu mencapai 81.756 GWh.
Executive Vice President Komunikasi Korporat dan CSR PLN, Diah Ayu Permatasari mengatakan bahwa, lonjakan penjualan listrik ini lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan I-2022 yaitu sebesar 5,01% secara year on year (yoy).
"Kenaikan penjualan listrik ini menandai perekonomian Indonesia mulai bangkit, sebab permintaan listrik sejalan dengan pertumbuhan ekonomi," kata Diah, Jumat (20/5/2022).
Menurutnya, pertumbuhan penjualan listrik tertinggi hingga April 2022 terjadi di Riau dan Kepulauan Riau yaitu sebesar 43,8%.
Kemudian wilayah dengan pertumbuhan penjualan listrik kedua tertinggi adalah Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Barat (Sulselrabar) sebesar 23,5%.
Disusul wilayah Bangka Belitung dengan pertumbuhan sebesar 12,8% dibanding periode yang sama tahun lalu.
Adapun, peningkatan penjualan listrik tersebut dipicu oleh berbagai program transformasi yang dilaksanakan secara berkelanjutan.
Selain itu juga didorong pencanangan program intensifikasi dan ekstensifikasi penjualan yang dilaksanakan oleh PLN selama pemulihan ekonomi pasca pandemi ini.
"Kami terus melakukan inovasi untuk mendorong penjualan listrik. Untuk pelanggan rumah tangga, kami mendorong electrifying lifestyle. Ibarat kata, kami tidak mau berpuas diri dari capaian hari ini," ujar Diah.[yg]