Wahananews.co| Salah satu fenomena yang masih hangat diperdebatkan di publik dan politik adalah Politik Gender dimana hal ini sebuah tantangan yang terus terjadi dikarenakan jumlah keterlibatan perempuan dalam setiap aktivitas publik maupun politik yang masih kurang.
Perempuan Indonesia tertinggal didalam kehidupan publik hingga politik, kesenjangan gender yang muncul dalam indikator sektor sosial menjadi sebuah tantangan berskala lokal dan nasional. Meskipun Indonesia telah berkomitmen menjalankan prinsip kesetaraan gender melalui konvensi nasional, serta internasional, bahkan pada Undang-undang Dasar 1945 negara menjamin kesetaraan antara laki-laki dan perempuan.
Baca Juga:
Pacu Kreativitas Mahasiswa Indonesia, PLN Gelar Kompetisi Membangun Gokart Listrik
Peralihan konsep Gender dari masa ke masa sejak Woman In Development (WID) yang menjadikan perempuan hanya bagian dalam pembangunan, lalu beralih ke konsep Woman And Development (WAD) sebagai kritikan akan konsep WID, dimana pada fase ini terjadi desakan perubahan struktural dalam penguasaan sumberdaya produksi, sehingga dibentuklah sebuah konsep penyetaraan gender untuk mengatur peran serta yang seimbang antara laki-laki dan perempuan dengan konsep Gender And Development (GAD), dalam GAD kesetaraan dan kebersamaan Laki-laki dan perempuan dalam pembangunan menjadi kontribusi nyata dalam menolak penindasan atas ketimpangan gender yang selama ini terjadi pada setiap aktivitas masyarakat.
Gender memiliki pengaruh dalam struktur sosial yang dapat dilihat dalam budaya pada suatu masyarakat, realitas yang terjadi saat ini menunjukkan bahwa ketimpangan gender banyak terjadi dan ditemui pada perempuan sebagai suatu bentuk ketimpangan gender seperti adanya kekerasan, beban ganda dalam bekerja, adanya subordinasi, marginalisasi hingga stereotype.
Tahun 2008 menjadi salah satu awal pergolakan politik gender di Indonesia seiring dengan keluarnya Undang-Undang No. 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik, dengan salah satu hal mendasar yang tertuang dalam undang-undang tersebut yaitu syarat menjadi badan hukum atas suatu partai politik, disyaratkan bahwa untuk menjadi suatu badan hukum, partai politik harus memiliki kepengurusan, sedikitnya 60% dari jumlah provinsi, 50% dari jumlah kabupaten/kota pada setiap provinsi yang bersangkutan. Sementara untuk kecamatan, harus memiliki kepengurusan setidaknya 25% dari jumlah kecamatan pada setiap kabupaten/kota pada daerah yang bersangkutan.
Baca Juga:
Pacu Kreativitas Mahasiswa Indonesia, PLN Gelar Kompetisi Membangun Gokart Listrik
Dalam masalah kesetaraan gender diatur secara tegas dengan menentukan tingkat keikutsertaan perempuan dalam aktivitas partai politik sedikitnya 30 persen, demikian pula pada jumlah kepengurusan perempuan di tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Keterwakilan perempuan dalam partai politik turut menjadi sebuah permasalahan, ketika jika dilihat kembali apa yang dimaksudkan dengan keterwakilan perempuan itu sendiri tidak dibahas dalam Undang-Undang No.2 Tahun 2008, sehingga harus ditinjau kembali dan dicari dalam perundangan lainnya. Pada Undang-Undang No 39 Tahun 1999 bahwasannya, keterwakilan wanita adalah pemberian kesempatan dan kedudukan yang sama bagi wanita untuk melaksanakan peranannya dalam bidang eksekutif, yudikatif, legislatif, dan pemilihan umum menuju keadilan dan kesetaraan jender.
Sementara jika dipahami lebih lanjut, kata- kata pemberian pada makna keterwakilan perempuan seolah-olah menjelaskan bahwa hak-hak perempuan dalam politik hanyalah sebuah pemberian atau hadiah. Sehingga pergolakan terjadi agar undang-undang tersebut haruslah di verifikasi ulang dengan acuan keterwakilan perempuan bukanlah sebuah pemberian.
Pada kenyataannya hingga saat ini Affirmative Action yang merupakan sebuah harapan agar perempuan mendapatkan setidaknya sesuai dengan ketentuan minimum 30 persen keikutsertaan pada setiap aktivitas publik dan politik, tampaknya belum mampu dipenuhi. Berbagai hambatan baik dari perspektif agama, budaya, sosial, bahkan pendidikan menjadi alasan tidak terpenuhinya kuota untuk para perempuan dapat aktif menyetarakan dan menyuarakan hak nya dengan kaum laki-laki baik dalam ranah lokal, nasional, hingga internasional. [Yg]