Jambi.WahanaNews.Co | Sebulan selepas masa pemilu - kenaikan harga pangan di bulan ramadhan tidak terelakkan.
Minggu pertama Ramadhan 1445 Hijriah di tahun 2024, tercatat peningkatan harga pada
berbagai bahan pangan masih terus meningkat. Tidak hanya di Jakarta, melainkan seluruh kota di Indonesia terkena dampaknya.
Baca Juga:
Pemkot Surabaya Rencanakan Konser Internasional di Kawasan THR dan TRS
Berdasarkan data dari Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional (PIHPSN), yang dirilis pada 4 Maret 2024 menunjukkan bahwa ada sekitar 13 jenis komoditas yang harganya mengalami kenaikan bahkan belum mereda sampai saat ini.
Naiknya harga dibeberapa komoditas pada tingkat nasional, penyedap rasa bawang putih naik sekitar 0,73% menjadi Rp 41.150/kilogram.
Selain itu, bahan pokok utama masyarakat yakni beras dengan segala kualitasnya, seperti kualitas bawah I mengalami
kenaikan sebesar 1,38% menjadi Rp 14.700/kilogram. Kualitas bawah II mengalami kenaikan
sebesar 1,05% menjadi Rp 14.450/kilogram. Kualitas medium I naik 1,27% menjadi Rp
16.000/kg dan kualitas medium II naik 0,96% menjadi Rp 15.570/kg. Adapun pada kualitas
super I dan II juga mengalami kenaikan sebesar 1,17% dan 1,21% yang dijual seharga Rp 17.300
dan Rp 16.750/kg.
Baca Juga:
Aduan Sementara di Posko THR, Kemnaker Catat 1.187 Kasus
Sementara cabe rawit kecil pun naik 0,47% menjadi Rp 52.900/kg. Apalagi Daging Ayam dan telur ayam menjadi komoditas yang mengalami kenaikan tertinggi. Kedua komoditas ini naik sebesar 3,06% dan 3,59% yang mana harganya menjadi sebesar Rp 38.700/kg dan Rp 31.700/kg.
Tak lupa, daging sapi pun naik 0,18% menjadi Rp 134.250/kg. Selain itu gula pasir dengan kualitas atas dan gula pasir lokal mengalami kenaikan dengan 0,55% dan 0,85% seharga Rp 18.400 serta Rp 17.750/kg.
Sedangkan harga minyak goreng naik menjadi Rp 16.300/kg. Kelompok bahan makanan ini akan terus naik sampai kelompok barang lainnya juga naik. Bukan hal mengejutkan adanya tren
meningkatnya harga pasar pada bulan penuh berkah ini.
Fenomena rutin ini memang biasa terjadi
setiap tahunnya dan tentu sangat memberatkan rakyat serta secara sadar dapat mengganggu
kekhusuan ibadah pada bulan suci ini. Meskipun demikian, bulan yang penuh dengan ampunan
ini faktanya sering sekali dijadikan pencarian tambahan oleh para produsen pangan. Tindakan
tersebut sangat jelas merusak keagungan pada bulan suci ini.
Banyaknya angka yang tertulis diatas, membuktikan bahwa pemerintah belum mampu untuk meredam lonjakan harga yang terjadi akibat ketidakseimbangan antara permintaan dan penyediaan barang.
Hal yang biasa di tekankan oleh pemerintah ialah stok kebutuhan pangan
aman. Padahal fakta lapangan memperlihatkan bahwa kalimat pemerintah itu tidak benar.
Perubahan harga terjadi sebab adanya gerakan kurva permintaan dan penawaran karena adanya
perubahan faktor sehingga terjadilah pergeseran. Kekuatan pergeseran kurva menjadi penentu berlakunya tingkat harga di pasar.
Setiap bulan besar yang terjadi setiap tahun pasti menjadi suatu sebab akibat meningkatnya permintaan masyarakat. Ramadhan menjadi momentum bagi umat yang merayakan untuk meningkatkan konsumsi dalam memenuhi kebutuhannya disertai dengan tambahan permintaan mendekati akhir bulan penuh berkah tersebut.
Permintaan semakin bertambah dan tidak diimbangi dengan penawaran yang ada bukan alasan mengapa kenaikan harga itu dapat terjadi. Namun biasanya, kenaikan harga pada setiap bulan besar hanya bersifat sementara dan akan kembali normal setelah berlalu.
Menurut hemat penulis solusi dari masalah tersebut dengan tindakan dan kebijakan yang harus di tempuh oleh
pemerintah. Operasi pasar di area yang mengalami lonjakan harga menjadi langkah awal yang dibutuhkan serta pengawasan ketat terhadap penyaluran barang guna mencapai target konsumen yang sebenarnya.
Langkah selanjutnya sebagai solusi sementara, dengan meningkatkan impor
terhadap permintaan barang guna menutupi kekurangan suplai dan menstabilkan harga.
Adapun solusi jangka panjang dengan meningkatkan produksi dalam negeri. Dalam hal ini bisa di capai dengan melaksanakan kebijakan yang memperkuat pertumbuhan investasi, guna mendapatkan produksi pasar lokal dan memenuhi permintaan pasar dalam negeri.
Selain itu, dibutuhkan cadangan pangan yang kuat untuk mendukung pelaksanaan upaya
pemerintah, mengantisipasi kelangkaan dan meningkatkan ketahanan pangan. Dilansir dari
Badan Pangan Nasional - Badan Pangan Nasional bekerja sama dengan para pihak petinggi negara untuk memperkuat pelaksanaan Cadangan Pangan Pemerintah (CPP).
Agar Badan Usaha Milik Negara Bidang Pangan seperti Perum Bulog, Holding Pangan ID Food, dan Holding Perkebunan PTPN III dapat melaksanakan tugasnya secara optimal untuk memenuhi stok CPP.
Kebijakan pemberian subsidi bunga yang mencakup pinjaman maksimal Rp28,7 triliun telah ditetap oleh Kementrian Keuangan kepada BUMN Bidang Pangan.
Besaran subsidi bunga 2%
sampai 4,5% diterapkan dari skema penjaminan atau bisa dengan tanpa penjaminan. Sehingga
BUMN Bidang Pangan dapat bekerja sama dengan Himpunan Bank Milik Negara (HIMBARA), Asosiasi Bank Pembangunan Daerah (ASBANDA) maupun dengan Bank Swasta yang ada.
Adanya kebijakan tersebut, diharapkan BUMN Bidang Pangan tidak dengan mudah keluar dari
perannya sebagai standby buyer dan offtaker terhadap produksi dalam negeri. Saat musim panen berlimpah, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di sektor pangan akan secara efektif membeli
hasil panen dari petani dengan harga yang wajar.
Namun, jika musim panen terhambat, BUMN
pangan, bekerja sama dengan Badan Ketahanan Pangan Nasional, akan menjaga ketersediaan
stok dengan melakukan pengadaan bahan baku baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Hal
ini bertujuan untuk menjaga keseimbangan antara pasokan dan permintaan.
Bulog dan ID Food sudah memiliki banyak pengalaman yang luas dalam industry pangan. Bulog sendiri memiliki
fasilitas gudang dan infrastruktur yang terbesar dan tersebar di seluruh Indonesia dengan luas
kapasitas total mencapai 3,8 juta ton.
Sehingga hal tersebut menjadi keunggulan kompetitif Bulog untuk penugasan pemerintah maupun secara komersial. ID Food pun sama memiliki gudang dengan total kapasitas 1,18 juta ton yang tersebar di seluruh Indonesia. Hal demikian menjadikan pendukung bagi Bulog dalam menjangkau konsumen.
Dalam pengadaan Cadangan Pangan Pemerintah (CPP) tahun 2024, sangat perlu menekankan pentingnya prioritas utama
untuk memperoleh hasil produksi dari dalam negeri, sehingga hasil panen dari petani lokal dapat diserap dengan efektif. [Yg]