Jambi.WahanaNews.Co| Maraknya peredaran rokok ilegal alias tanpa cukai beredar kencang di Provinsi Jambi, yang diduga masuk dari pelabuhan Tungkal.
Akhir-akhir ini Viral di Kompas TV menteri Keuangan Purbaya saat konferensi pers mendapat laporan di pelabuhan Tungkal Jambi menjadi jalur masuknya rokok tanpa cukai ke Jambi.
Ketua FRIC Jambi Dodi sambangi Beacukai Jambi guna mempertanyakan hal tersebut. Namun Beacukai Jambi nihil saat hendak dilakukan konfirmasi.
Baca Juga:
Kementerian PU Perkuat Penataan Kawasan Permukiman Tahun 2025
" Jika tidak sinergi dan tuntaskan peredaran rokok ilegal dan Penyeludupan di Jambi ganti saja Kepalanya Bea Cukai Jambi Pak Presiden Prabowo " tegas Dody.
Peredaran rokok yang merugikan negara dan barang Penyeludupan Undang-undang yang mengatur rokok ilegal adalah Undang-Undang (UU) Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai, terutama Pasal 54 dan Pasal 56.
UU ini melarang produksi, peredaran, dan penjualan rokok yang tidak memiliki pita cukai resmi, dengan sanksi pidana penjara dan/atau denda yang signifikan.
Baca Juga:
Pertemuan Menteri Anggota OKI di Jeddah, Menteri Dody Ajak Perkuat Kerjasama Bidang Sumber Daya Air
Dasar hukum yang relevan
UU Nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai: Undang-undang ini menjadi landasan hukum utama karena secara tegas melarang peredaran rokok ilegal dan menetapkan sanksi bagi pelanggarnya.
Pasal 54: Mengatur sanksi pidana bagi setiap orang yang menawarkan, menjual, atau menyediakan rokok tanpa pita cukai. Ancaman hukumannya adalah pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun dan/atau denda paling sedikit 2 kali nilai cukai dan paling banyak 10 kali nilai cukai yang seharusnya dibayar.
Pasal 56: Mengatur sanksi pidana bagi setiap orang yang menimbun, menyimpan, memiliki, menjual, atau memperoleh rokok ilegal yang berasal dari tindak pidana. Sanksi yang diterapkan sama dengan Pasal 54.
Jenis-jenis rokok ilegal yang dilarang
Rokok tanpa pita cukai (rokok polos).
Rokok dengan pita cukai palsu.
Rokok dengan pita cukai bekas atau bukan peruntukannya.
Sanksi pengganti denda administratif
UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan: Memberikan opsi sanksi administrasi berupa denda sebesar tiga kali nilai cukai yang seharusnya dibayar sebagai pengganti sanksi pidana, sesuai dengan prinsip ultimum remedium atau upaya terakhir.
Jika pelanggar bersedia membayar denda, penyidikan tidak akan dilanjutkan. Namun, jika tidak mampu membayar denda, proses penyidikan akan tetap berjalan.
Perlu ditegaskan FRIC punya peran selaku kontrol sosial , turut berperan menjaga Sitkamtibmas dan menjaga Negeri dari pelaku yang merugikan negara" pungkas Dody [yg]