Muaro Jambi.wahananews.co | Bertempat diruang meeting PT. Ricky Kurniawan Kertapersada (RKK) Kabupaten Muaro Jambi, Kapolsek Kumpe Ilir AKP Dedi melalui Bhabinkamtibmas Desa Betung Aipda Dalmi Iskandar memimpin rapat mediasi antara Perwakilan PT RKK dengan Kelompok Tani Tunas Harapan, Selasa (27/12/2022)
Aipda Dalmi mengatakan, maksud dan tujuan dari rapat mediasi tersebut agar tidak terjadi konflik sosial di tengah-tengah masyarakat sehingga situasi keamanan ketertiban masyarakat (kamtibmas) tetap kondusif.
Baca Juga:
Eks Kekasih Audrey Davis, Ditetapkan Jadi Tersangka Penyebar Video Porno
"Pada dasarnya Polri tetap diposisi netral, rapat ini bertujuan agar tidak terjadi konflik sosial, yang salah tetap kita salahkan dan yang benar tetap kita benarkan," ujarnya
Sementara itu, Ketua Kelompok Tani Tunas Harapan Sukirno, melalui Pengacaranya Omar Syarif Abdalla, SH dari LBH Pranata Iustitia Jambi menjelaskan, kliennya (Sukirno CS) tetap bertahan dilokasi perkebunan sawit atas dasar wilayah tersebut merupakan tanah adat milik Desa Betung dan Hak Guna Usaha (HGU) dari PT. RKK sudah tidak berlaku berdasarkan putusan PK Mahkamah Agung
"Berdasarkan keputusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 105 PK/TUN/2014 izin dan HGU PT RKK dicabut, kalau mereka tetap bertahan ini namanya perbuatan menentang putusan pengadilan di Indonesia, dan perbuatan tersebut sama saja dengan perbuatan melawan hukum," jelasnya
Baca Juga:
Jual Video Porno Lewat Aplikasi Telegram, Polda Metro Jaya Ringkus Tersangka dari Bandung
Ditempat yang sama, perwakilan dari PT. RKK Supriyanto mengatakan, pihaknya (PT. RKK) tidak akan meninggalkan lokasi perkebunan sawit tersebut jika bukan Pemerintah Daerah (Pemda) Muaro Jambi atau Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jambi yang mengeksekusi.
"Silahkan buat laporan, dan kami mau Pemda atau Pemprov yang mengeksekusi," ungkapnya.
Frandy Nababan SH salah satu pengacara kelompok tani tunas harapan mengatakan PT RKK tidak berhak atas pengelolaan Tanah eks HGU nomor 42 seluas 682,2 ha dengan dasar Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jambi nomor 18/G/2012/PTUN.JBI jo Putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Medan Nomor: 21/B/2013/PT.TUN-MDN jo Putusan Mahkamah Agung Nomor: 336 K/TUN/2013 jo Putusan Peninjauan Kembali Nomor: 105 PK/TUN/2014.
PT RKK atas putusan pengadilan tidak lagi punya Ijin Usaha dan Hak guna usaha diatas tanah yang berkonflik dengan Kelompok Tani Tunas Harapan.
PT RKK sampai saat ini faktanya masih mengelola perkebunan tanpa ijin, dan ini merupakan perbuatan pidana, dan apalagi sebagian besar yang dikelola adalah masuk dalam kawasan Hutan.
PT RKK berdalih karena pemerintah sampai saat ini tidak mengekesekusi, padahal dalih ini sebenarnya adalah keliru, karena sebagaimana tertuang dalam Pasal 116 ayat (2) UU Peradilan Tata Usaha Negara, Apabila setelah 60 (enam puluh) hari kerja putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterima tergugat tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 ayat (9) huruf a, keputusan tata usaha negara yang disengketakan itu tidak mempunyai kekuatan hukum lagi.” Dapat diartikan, sekalipun Badan/Pejabat Tata Usaha Negara terkait tidak melakukan eksekusi maka sejak 60 hari KTUN (Keputusan Tata Usaha Negara) tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum atau dengan kata lain dianggap telah tereksekusi oleh ketentuan undang- undang.
Kemudian yang mempunya kewajiban membongkar adalah PT RKK itu sendiri yaitu diatur dalam Pasal 18 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Milik Atas Tanah Yang menyatakan :
“(1) Apabila Hak Guna Usaha hapus dan tidak diperpanjang atau diperbaharui, bekas pemegang hak wajib membongkar bangunan- bangunan dan benda-benda yang ada si atasnya dan menyerahkan tanah dan tanaman yang ada di atas tanah bekas Hak Guna Usaha tersebut kepada Negara dalam batas waktu yang ditetapkan oleh Menteri”
Ada frasa “wajib” dalam pasal 18 ayat (1) tersebut, artinya kewajiban ini ditafsirkan harus dilakukan, dan apabila PT RKK masih saja terus melakukan usaha perkebunan maka hal ini sama saja PT RKK melakukan kegiatan perkebunan ilegal, Sebagaimana diatur dalam m Pasal 105 UU Nomor 39 Tahun 2014 Tentang Perkebunan :”setiap perusahaan perkebunan yang melakukan usaha budi daya tanaman perkebunan dengan luasan skala tertentu dan/atau usaha pengolahan hasil perkebunan dengan kapasitas pabrik tertentu yang tidak memilikl izin usaha perkebunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) Tahun dan denda paling banyak Rp. 10.000.000.000 (sepuluh Milyar Rupiah)" ;
Kemudian diketahui juga bahwa PT RKK masih juga mengelola areal yang kawasan hutan dan ini pun masuk dalam TINDAKAN PIDANA sebagaimana diatur dalam beberapa undang-undang yaitu :
- UU Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan, Pasal 50 ayat (3): "setiap orang dilarang mengerjakan dan/ atau mertggunakan, dan/atau menduduki kawasan hutan secara tidak sah." Jo Pasal 78 ayat (21) “barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimarua dimaksud dalam Pasal 50 ayat (3) huruf a, huruf b, huruf c, diancam dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan dengan paling banyak Rp.5.000.000.000,00 (Lima Milyar Rupiah) ;
- UU Nomor 18 Tahun 2013 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakkan Hutan, sebagaimana diatur dalam Pasal 17 ayat (2) huruf b, "melakukan kegiatan perkebunan tanpa izin menteri dalam kawasan hutan." Jo Pasal 92 ayat {2) yaitu " Korporasi yng melakukan kegiatan perkebunan tanpa izin Menteri di dalam Kawasan Hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 agat (2) huruf b, dan/atau membawa alat-alat berat dan/ atau alat- alat lainnya yang lazim dan patut diduga akan diganakan untuk melakukan kegiatan perkebunan dan/ atau mengangkut hasil kebun di dalam kawasan hutan tanpa izin Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf a, dipidana dengan Pidana Penjara paling singkat 8 (delapan) tahun.
Delik yang diatur diatas adalah delik biasa artinya Kepolisian harus aktif memproses pidana tersebut tanpa adanya laporan dari pihak manapun sepnjang Polisi mengetahui dan menduga adanya hal tindak pidana yang dilakukan oleh badan usaha atau orang yang menjalankan badan usaha tersebut.
Pada hari ini kami telah menyurati Kapolda Jambi dalam nota keberatan, bahwa pada intinya Polda Jambi harus aktif melakukan penegakan hukum kepada PT RKK baik terhadap orang-orang yang menjalankannya.
Pada kesempatan ini kami juga menyampaikan, hubungan hukum antara PT RKK dan Kelompok tani secara hukum tidak ada lagi, karena PT RKK secara hukum bukan lagi yang mempunyai hak atas tanah karena HGU 42 atas nama PT RKK sudah dibatalkan dan dicabut demi hukum oleh Pengadilan, dan untuk itu pula kami terangkan bahwa hari ini hubungan hukumnya adalah antara Pemerintah sebagai penyelenggara Negara dalam hal ini Kementerian ATR/BPN dengan Kelompok Tani Tunas Harapan (Klien kami), dan saat ini kami telah layangkan surat permohonan redistribusi tanah eks HGU.
Oleh karena itu, PT RKK kami yakini untuk tidak lagi merasa memiliki hak atas tanah Eks HGU 42, karena tanah tersebut telah kembali menjadi Tanah Negara, dan siapapun boleh mengajukan hak atasnya, tutup frandy. [Yg]