Jambi WahanaNews.Co | Puluhan massa aliansi mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Mahasiswa Kabupaten Tebo (Gemakato), Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Kader HMI dan Aliansi Gerakan Pemuda Peduli Tebo (AGPPT), Kamis kemarin (14/12) melakukan demo ke Pengadilan Negeri (PN) Tebo.
Aksi ini buntut dari vonis ringan hakim terhadap terdakwa asusila anak di bawah umur, yang dinilai menciderai rasa keadilan masyarakat.
Baca Juga:
Jelang Penerimaan Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah, KPU Sibolga Gelar Rakor Persiapan
Massa yang bergerak menuju kantor PN Tebo bersama orang tua korban dan langsung menyampaikan orasi di sana.
Oki Purnama, dalam orasinya mengecam pengadilan atas ketidakadilan yang diberikan oleh hakim terhadap terdakwa asusila anak.
"Kami menyatakan mosi tidak percaya kepada Pengadilan Negeri Tebo dan tidak layak mengadili semua perkara di Kabupaten Tebo," kata Oki.
Baca Juga:
Sinergi Bupati Karo dan Desa di Rakor Dolat Rayat untuk Solusi Permasalahan Lokal
Walaupun sempat ditemui oleh perwakilan PN Tebo, namun masa belum merasa puas karena yang menemui bukan hakim yang mengadili perkara tersebut. Atas vonis ringan tersebut, massa mengecam Ketua PN Tebo, Wakil Ketua PN Tebo dan Humas PN Tebo yang mengadili perkara. Mereka pun akan melaporkan hakim tersebut kepada Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung.
"Perlu diketahui, kawan-kawan mahasiswa Tebo yang ada di Jakarta hari ini sedang berkomunikasi dengan kemenko polhukam untuk mengadvokasi kasus ini," kata Oki Purnama.
Secara terpisah, Anang tak dapat menyembunyikan kesedihannya. Dia menangis meminta keadilan bagi anaknya. Dia bahkan mencontohkan kasus maling ayam yang ia ketahui dihukum satu tahun penjara.
"Ini anak saya jadi korban, pelaku hanya dihukum 3 bulan. Sedih hati saya, dan saya akan terus meminta keadilan. Saya rela berjalan kaki ke Jakarta menemui Pak Jokowi untuk meminta keadilan," katanya.
Sebelumnya, Sidang putusan digelar pada Senin (11/12) lalu, yang dipimpin Hakim Ketua sekaligus ketua PN Tebo Diah Astuti Miftafiatun, Hakim anggota I Rintis Candra dan hakim anggota II Julian Leonardo Marbun.
Majelis hakim memvonis terdakwa Budi dengan hukuman 3 bulan penjara dan denda Rp 10 juta, dengan ketentuan jika denda tidak dibayar akan digantikan kurungan penjara selama 1 bulan. Hakim mengatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan pemaksaan persetubuhan. Terdakwa dinyatakan melanggar pasal 81 ayat 1 UU Perlindungan Anak.
Humas PN Tebo Julian Leonardo Marbun, menjelaskan bahwa vonis ringan yang dijatuhkan terhadap terdakwa tersebut karena pertimbangan sosio kultural karena pelaku merupakan kelompok Suku Anak Dalam (SAD).
Ia mengakui bahwa secara yuridis, terdakwa terbukti melakukan pelanggaran dan terpenuhi, "Namun secara sosiologis berdasarkan banyak fenomena yang terjadi, lalu salah satunya, tadi kan dijelaskan dalam masyarakat SAD itu berbeda. Apabila seorang dari kelompok pergi selama satu tahun maka dianggap meninggal dunia. Maka dalam menghormati hak-hak tersebut, majelis hakim secara bijaksana memberikan hukuman 3 bulan penjara," ujarnya.
Atas putusan itu, Kasi Intel Kejari Tebo Febrow Adhiaksa Soesono menyampaikan jaksa penuntut umum (JPU) telah menyatakan banding atas vonis terdakwa Budi pelaku asusila anak.
"Jadi atas putusan tersebut, penuntut umum telah mengajukan banding pada hari Selasa, sehari setelah putusan," katanya.
Perlu diketahui bahwa Sebelumnya, Terdakwa oleh JPU dituntut 7 tahun penjara dan denda sebesar Rp 30 Juta, namun saat eksekusi ternyata berbanding jauh dari tuntutan JPU yakni majelis hakim memvonis Budi 3 bulan kurangan penjara dengan denda Rp 10 Juta jika tidak dibayar akan diberikan hukuman 1 bulan penjara.
Dalam putusan juga dinyatakan bahwa terdakwa telah menyetubuhi korban sebanyak empat kali dirumahnya dan mengancam korban akan dibunuh jika melaporkan hal tersebut kepada orang tuanya. [Yg]