Jambi.wahananews.co | Mantan Kepala Desa (Kades) Dusun Mudo, Kecamatan Muara Papalik, periode 1997 ke 2000 terus 2004 ke 2006 Bustami memberikan kesaksian yang menguatkan kebenaran kepemilikan lahan Himpal Siagian cs yang diklaim oleh 7 orang tergugat.
Fakta ini terjadi pada sidang lanjutan gugatan perdata dengan Register no: 38/PDT.G/2021/PN.Klt, Kamis, 9 Juni 2022.
Baca Juga:
Menteri AHY Ungkap 2 Kasus Mafia Tanah di Jabar Rugikan Negara Rp3,6 triliun
Bustami menjadi saksi ketiga dari Para Penggugat pada sidang lanjutan ini.
Kepada Hakim Ketua Sangkot Lumbantobing, S.H, M.H, Bustami menerangkan bahwa sama sekali tidak mengenal para tergugat.
"Bapak Himpal Siagian sejak 1992-1993 mulai menanam bibit sawit miliknya di lahan itu. Dan saya juga tahu pemilik lahan yang berbatasan dengan lahan milik Pak Himpal Siagian cs," ujar Bustami kepada Hakim Ketua.
Baca Juga:
Nirina Zubir Penasaran Bukti Baru Eks ART Rebut Empat Sertifikat Tanah
"dengan para tergugat yakni Lili Marlina, Erwin Setiawan, Dedi Ariyanto, Ahmad Nur Yaqin, Samuji Hasan dan Chairul Amri, saya tidak mengenal mereka," tegas Bustami menambahkan.
Untuk diketahui, para tergugat tersebut diduga melakukan tindakan melawan hukum dengan cara menduduki lahan milik para penggugat, yakni Himpal Siagian dan putranya Mangara Siagian, serta milik Yasril Sari dan istri.
Dalam persidangan itu juga, kuasa hukum tergugat yakni Mike sempat menanyakan kepada saksi Bustami perihal SK Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jambi Nomor : 67 Tahun 1990 pada beberapa poin di dalamnya terhadap perolehan lahan milik Para Penggugat.
Terkait hal itu, Reporter Wahananews.co menghubungi putra dari Himpal Siagian yakni Mangara.
Advokat jebolan fakultas hukum Universitas Indonesia tersebut menjelaskan historis perolehan dan peruntukan lahan milik KUD Tungkal Ulu dengan lahan milik BKKBN serta sumber pembiayaan pembangunan kebun kelapa sawit yang jelas berbeda.
"lahan BKKBN itu seluas 500 hektar diperuntukkan bagi 74 orang peserta rakerda BKKBN, dan Bapak saya dan Yasril Sari merupakan peserta rakerda tersebut. Dan sudah jelas juga bahwa kami Para Penggugat di tahun 1992 sudah ada melakukan pembenihan bibit kelapa sawit hingga menanamnya, dan itu dilakukan oleh Bapak saya, Himpal Siagian dengan sumber pembiayaan mandiri, kalau lahan KUD Tungkal Ulu luas lahannya 4.150 hektar dimana peruntukkannya diberikan kepada masyarakat dalam hal ini KUD Tungkal Ulu yang terikat dalam perjanjian kemitraan inti plasma antara PT CKT sebagai inti dgn KUD Tungkal Ulu sebagai plasma," kata Mangara.
"PT CKT atas lahan plasma KUD tersebut baru melakukan penanaman di tahun 1996 dengan sumber pembiayaan KKPA sedangkan orang tua Saya menggunakan biaya mandiri atau pribadi hasil pinjam sana pinjam sini," tegas Mangara. Dana KKPA yang diperoleh KUD TUNGKAL ULU bersumber dari Dana KLBI sebesar 75 % dan 25 % dari Bank Pelaksana untuk membangun kebun kelapa sawit.
Terkait asal usul tanah baik BKKBN maupun Masyarakat dalam hal ini KUD Tungkal Ulu adalah sama-sama perolehan tanahnya dari pemerintah", tambah Mangara
Mangara juga menambahkan, perihal SK Gubernur Kepala Daerah Tingkat I atas lahan milik kami, kuasa hukum tergugat mestinya lebih jeli menyangkut hal itu.
"Ranahnya beda, terkait keputusan pemerintah sudah jelas aturan mainnya di proses dalam Badan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) bukan di pengadilan umum dong, harusnya para tergugat membuktikan perolehan tanahnya yang sebenarnya dengan menghadirkan saksi-saksi dan pihak-pihak perbatasan dalam persidangan", lanjutnya.
Disinggung tentang sporadik yang dimiliki oleh salah satu tergugat sebagai dasar penerbitan sertifikat untuk melakukan panen buah sawit miliknya lalu dijual, Mangara mengatakan disitu terindikasi adanya rekayasa surat keterangan ahli waris dan mal administrasi.
"tanah didalam sporadik Erwin Setiawan, Lili Marlina dan Dedi Ariyanto perolehan tanahnya dari warisan orang tuanya sedangkan di dalam keputusan Kakanwil BPN Jambi tertanggal 27 November 2017 pemberian hak milik kepada Erwin Setiawan, Lili Marlina dan Dedi Ariyanto perolehan tanahnya dari pemberian pemerintah.
Menurut Mangara selain kontradiktif ditemukan adanya dugaan rekayasa dan indikasi mal administrasi dalam penerbitan sertifikat para tergugat dan hal ini tidak perlu lagi disembunyikan oleh pihak Turut Tergugat I dan II karena perihal dugaan rekayasa dan mal administrasi yang terjadi sudah disampaikan oleh Mangara kepada Kementerian ATR BPN dan Menkopolhukam RI untuk ditindaklanjuti.
Wahananews.co meminta keterangan kepada pihak BPN Kuala Tungkal yang menjadi turut tergugat.
Trie Dharmono, Kasi Sengketa Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kuala Tungkal kepada media ini mengatakan, dalam penerbitan sertifikat, pihaknya merujuk kepada berkas permohonan yang diajukan oleh pemohon.
"pernyataan seseorang tertera dalam permohonan untuk mengajukan kepengurusan sertifikat, kami merujuk pada itu, jika adanya mal administrasi, itu bukan kewenangan kami," katanya di luar ruangan sidang.
Sidang akan kembali dilanjutkan Kamis, 16 Juni mendatang dengan agenda keterangan saksi dari para tergugat. [yg]