JAMBI.WAHANANEWS.CO, JAMBI - Jangan pernah lagi biarkan mereka membius akal sehat kita dengan cerita usang tentang dalang di balik kerusuhan. Dalang itu hanyalah hantu yang sengaja diciptakan untuk mengalihkan pandangan kita dari masalah yang sebenarnya.
Saya tidak akan berhenti pada teori konspirasi yang dangkal, karena itu sama saja menari di atas panggung yang mereka siapkan. Kerusuhan yang meletus bukan hasil sulap, melainkan ledakan dari bom waktu yang kita, tumpuk selama bertahun-tahun. Ini adalah jeritan nyaring dari rakyat yang telah dikhianati, sebuah reaksi logis terhadap kegagalan sistemik yang tak tertahankan lagi.
Baca Juga:
Soal Aksi Demo Anarkis, Prabowo Tegaskan Tidak Akan Mundur
Sistem Yang Gagal Adalah Dalang Sejati
Kita terlalu sering fokus pada gejala api yang membakar, batu yang melayang, provokator di media sosial tanpa mau melihat penyakitnya. Penyakit itu adalah ketidakadilan yang mengakar, kesenjangan ekonomi yang menganga, dan hukum yang tumpul ke atas tapi tajam ke bawah. Ketika seorang pejabat bisa dengan mudah menambah kekayaan di tengah penderitaan rakyat, ketika keadilan hanya menjadi barang mewah yang bisa dibeli, dan ketika aspirasi rakyat dianggap angin lalu, maka setiap orang yang punya akal sehat akan merasa dikhianati. Ketidakpercayaan inilah yang menjadi pupuk bagi benih-benih kemarahan.
Orang-orang yang mereka sebut "dalang" hanyalah tukang kebun yang tahu cara menanam benih di lahan yang sudah subur. Tanpa tanah yang subur, benih itu tidak akan pernah tumbuh. Mereka tahu betul bahwa rakyat sudah muak dengan korupsi yang tak pernah berhenti, dengan janji-janji yang tak pernah terwujud, dan dengan arogansi kekuasaan. Mereka hanya perlu melempar korek api, dan api yang sudah lama membara di dalam diri kita akan melahap segalanya.
Baca Juga:
Komjen Marthinus Hukom Difitnah Dalang Kerusuhan, Hamid Rahayaan: Masyarakat Maluku Minta Presiden dan Kapolri Tangkap Pelaku
Ini Bukan Sekadar Protes, Ini Revolusi Hati Nurani
Para elit ingin kita percaya bahwa kerusuhan ini tidak rasional, bahwa kita hanyalah korban manipulasi. Mereka mencoba membingkai perlawanan ini sebagai tindakan anarkis yang tidak berakal. Namun, saya tegaskan: rasionalitas tertinggi adalah bangkit melawan ketidakadilan yang merusak martabat. Tuntutan-tuntutan yang muncul reformasi kepolisian, pemotongan tunjangan, keadilan hukum bukanlah hal yang radikal. Itu adalah tuntutan yang paling masuk akal dari masyarakat yang lelah melihat sumber daya negara dijarah oleh segelintir orang.
Revolusi sejati tidak selalu tentang menumbangkan pemerintahan, melainkan tentang menumbangkan pola pikir yang sudah usang. Ini adalah revolusi hati nurani yang menolak untuk diam. Ini adalah perlawanan yang berkata, "Cukup!" pada sistem yang membiarkan kebohongan merajalela, pada para pemimpin yang hanya memikirkan diri sendiri, dan pada ketidakadilan yang dianggap normal.