Oleh : Yosua Gultom
“DESA KU yang ku cinta, Pujaan hatiku….” ’Begitulah penggalan lirik lagu berjudul Desaku Ciptaan L Manik.
Baca Juga:
53 Warga Merangin Jambi Terjangkit HIV/AIDS
Desa digambarkan menjadi tempat yang permai serta selalu dirindukan. Memang begitu seharusnya desa yang ideal, tempat tinggal yang permai dan selalu dirindukan. Namun apakah yang terjadi memang seperti itu?
Kita pasti sudah tidak asing dengan istilah desa atau kampung. Secara umum desa diartikan sebagai tempat atau wilayah yang letaknya secara geografis jauh dari perkotaan, biasanya dihuni oleh penduduk yang masih satu keturunan, serta sebagian besar bermata pencarian pada sektor pertanian.
Sangking jauhnya letak geografis desa dengan kota, kadang pemerintah daerah (Pemda) abai dengan apa pun hal yang terjadi di desa terutama pendidikan.
Baca Juga:
Seorang Pria Pedagang Perhiasan Emas Tewas Dirampok
Carut marut masalah pendidikan seperti tidak akan ada habisnya dan seakan tidak pernah selesai. Banyak nya desa-desa tertinggal yang menjadi korban dari pemerataan pembangunan yang sangat miris, yang selalu mengutamakan pembangunan di perkotaan seakan-akan desa hanya di huni orang-orangan sawah yang tidak perlu diperhatikan.
Penulis secara pribadi merasa sangat iba dan empati terhadap pendidikan di desa atau pelosok sudah benar adanya dan tidak dibuat-buat, karena pada saat melakukan KKN di desa danau, kecamatan Nalotantan, kabupaten Merangin provinsi Jambi penulis sangat terkejut terhadap sekolah di desa karena perpustakaan saja tidak ada. Seperti itulah Pendidikan Indonesia yang menyimpan banyak lubang cacat bagi Masyarakat Indonesia.
Umumnya gambaran pendidikan di Indonesia dideskripsikan dengan satu model sistem pendidikan formal yang memisahkan pelajar dengan masyarakat bahkan dengan lingkungan dan alam sekitar. Sebagian besar masyarakat mengartikan pendidikan sebagai kesempatan belajar bagi warga negara di sekolah. Jika diselami lebih dalam tampaknya apa yang dipikirkan masyarakat tentang pendidikan telah seragam.
Dalam buku berjudul Orang Miskin Dilarang Sekolah (2020:5) menjelaskan bahwa bersekolah adalah hak semua anak-anak bangsa, seharusnya pendidikan di Indonesia tidak di beda-bedakan baik dari segi pelayanan dan fasilitas. Tetapi apakah itu tidak berlaku untuk anak-anak di desa???
Sekolah hanya untuk orang kota???
Dalam pelaksanaannya hari ini sistem pendidikan yang dibentuk dibuat serba seragam, tidak hanya pakaian namun isi kepala pun dibuat sama. Menurut Bagir bentukan sistem sekolah sekarang masih banyak menyimpan lubang kesalahan mendasar sehingga perlu diluruskan, baik itu kesalahan secara konseptual maupun praktikal.
Mulai dari kerancuan tentang tujuan pendidikan, kesalahapahaman atas hakikat proses belajar, dan kemiskinan metode belajar-mengajar. Lantas bagaimana caranya untuk memulihkan sekolah supaya dapat meluruskan kembali ke falsafah pendidikan kita ?
Hal yang membuat hati miris adalah di saat teman- teman KKN menyarankan kepada beberapa pemuda dan pemudi yang baru saja selesai atau tamat dari Sekolah Menengah Atas untuk kuliah, dan jawaban dari meraka membuat kami merasa sangat sedih karena “kuliah membutuhkan biaya besar dan hanya untuk orang-orang kota saja”.
Mahasiswa UNJA dan kepeduliannya
Tiap-tiap orang berhak mendapatkan hak dan melakukan kewajibannya untuk mencintai bangsa dan negaranya. Salah satu hak dari warga negara adalah mendapatkan pendidikan yang sebagaimana mestinya menjadi suatu kesetaraan di seluruh penjuru negeri ini. Apalagi di era serba modern ini pendidikan tidak hanya melalui sekolah maupun dengan cara yang klasik tetapi sudah menggunakan kemajuan teknologi yang begitu canggih. Semuanya apapun itu, dapat diakses lewat teknologi baik itu berita, informasi tentang pendidikan, maupun tentang apa saja.
Tepat semester ajaran genap Universitas Jambi Melakukan KUKERTA (Kuliah Kerja Nyata) di sebuah desa yang terpencil di batas kota Bangko. yaitu Desa Danau Kecamatan Nalo Tantan Kabupaten Merangin. Sesampainya kami di sini, sejenak membuat kami yang terbiasa di kota sangat merasa terpukul. Bagaimana mungkin di era modern ini ada sebuah desa yang tidak mendapatkan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia, di kala semua sudah menikmati kecanggihan teknologi. Disini jaringan internet pun belum ada titik titik hilalnya.
Yosua Gultom
Apa pemerintah kurang perhatian terhadap desa atau pemerintah mungkin masih pada tahap perencanaan pembangunan atau mungkin sedikit lupa hingga desa ini kurang mendapatkan perhatian. Logika kami seakan berkata “kok bisa di zaman sekarang ada orang yang tidak mendapatkan akses internet?”, lantas bagaimana peran pemerintah selanjutnya?. Miris melihat mereka mencari internet harus pergi ke bukit atau bahkan harus pergi ke kota dengan jarak yang begitu banyak memakan waktu.
Mereka yang tinggal di kota yang sangat dengan mudah mendapatkan internet, sedangkan disini internet menjadi sebuah “harapan” yang sangat berharga. Miris sekali, apakah mungkin mereka mendapatkan informasi penerimaan siswa SMP, SMA, bahkan UNIVERSITAS diluar sana? Bagaimana mereka bisa mendapatkan informasi up to date di negeri ini? Kami tak mampu membayangkan itu, kami yang baru saja tinggal disini sedikit resah, bagaimana dengan mereka? Mungkin ibaratkan sebuah gelas yang penuh dengan air yang ingin menumpahkan keluh kesahnya tapi entah kemana.
Sekolah-sekolah disini bukan hanya kekurangan jaringan internet tetapi sebuah buku pun juga sangat kekurangan, di kala kota sekolah-sekolah banyak perpustakaan buku tanpa berpenghuni, disini jangan buku, perpustakaan sekolah saja tidak ada. Lantas logika kami selalu bertanya apa yang dimaksud “kesetaraan”?.
Kulihat kerutan senyuman kebahagiaan dari anak-anak dengan kedatangan kami disekolah mereka, mereka menyambut kami dengan semangat dan penuh harapan. Bapak/Ibu guru yang sangat baik, ramah senyum, yang memberikan kami fasilitas untuk lebih dekat berkenalan dengan anak-anak sekolah khusunya Sekolah Dasar 038 Desa danau. Kami bercengkrama dengan mereka, mereka begitu bersahaja, mereka mempunyai cita-cita yang begitu tinggi yaitu ingin kuliah seperti kakak-kakak dan ingin memajukan desa ini, seketika itupun kami terdiam. Ada kekaguman kami terhadap mereka sekaligus malu, bahwa mereka sangat mencintai Indonesia, sangat menjiwai kebangsaan, dan bahkan mereka hafal nama-nama pahlawan, lagu nasional, UUD 45, dan pancasila.
Desa danau begitu indah nan rindang dengan alamnya yang masih terjaga dengan baik, masyarakatnya yang begitu ramah, dan banyak nya hewan ternak berkeliaran bak desa pada umumnya. Apalah arti sebuah keindahan sebuah alam jika tidak dapat dirasakan semua masyarakat Indonesia. Banyak sekali spot-spot yang pantas untuk di sebar luaskan, namun lagi-lagi keterbatasan internet.
Adat istiadat disini bernuansa kekeluargaan yang hanya kami temukan disebuah desa. Harapan yang begitu besar dari anak-anak sekolah semoga mereka memiliki perpustakaan buku dan adanya jaringan internet yang dapat diakses semua warga desa danau dapat terwujud, Semoga Saja.
Penulis adalah Mahasiswa Univertas Jambi pada Fakultas Peternakan