Dari hasil diskusi tersebut, HIMA-IH FH UNJA meminta agar Pemerintah Daerah Provinsi Jambi lebih serius lagi dalam menjalankan produk hukum yang dibuatnya, konsisten, dan tegas dalam implementasi Perda, dan dalam penerapan jam operasional harusnya pemerintah daerah melakukan pengawasan yang lebih intens karena saat ini angkutan batubara tidak hanya bergerak dari pukul 18.00 WIB – 06.00 WIB. Akan tetapi faktanya, pada pukul 06.00 WIB – 18.00 WIB masih banyak angkutan yang mengangkut batubara, maka secara tidak langsung operasional angkutan batubara itu beroperasi hampir 24 jam lamanya. Mirisnya, tindak tegas seperti pemberian Surat Peringatan (SP) maupun pencabutan izin usaha bagi pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) hanya dianggap sepele dan enggan mengikuti produk hukum pemerintah.
Dalam diskusinya, HIMA-IH FH UNJA juga menyatakan tentang berapa banyak korban jiwa akibat angkutan batubara, kerusakan jalan, kemacetan, kondisi kendaraan angkutan, Surat Izin Mengemudi B2 (SIM B2) sopir, dan tentang kerusakan lingkungan yang di akibatkan pertambangan mineral dan batubara dan jam operasional angkutan batu bara.
Baca Juga:
Jambi Raih Status Pengampuan KJSU dari Kemenkes RI Berkat Kepemimpinan Gubernur Al Haris
Akan tetapi, hal ini belum menjadi pokok pembahasan HIMA-IH FH UNJA, karena saat ini yang menjadi prioritas adalah mengenai jam operasional angkutan batu bara agar segera ditertibkan sesuai prosedur dengan pengawasan yang intens agar masyarakat tidak terganggu dengan aktivitas angkutan ini. (tum)
Penulis adalah mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Jambi