WahanaNews-Jambi | Pengamat Ekonomi Energi UGM, Fahmy Radhi menanggapi pernyataan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif soal adanya 71 perusahaan yang belum memenuhi kewajiban pasokan batu bara dalam negeri atau DMO kepada PT Perusahaan Listrik Negara (PLN).
Menurut Fahmy, semestinya Kementerian ESDM memberikan sanksi yang berat.
Baca Juga:
Ratu Batu Bara Tan Paulin Diperiksa KPK di Kasus Rita Widyasari
"Sanksi mesti tegas sesuai aturan DMO, mulai denda, larangan ekspor hingga cabut izin operasi," ucap Fahmy, Rabu, 10 Agustus 2022.
Kalau Menteri tidak tegas, kata dia, pengusaha akan membangkang dengan mengekspor seluruh produksinya saat harga batu bara sangat tinggi. Jika itu terjadi, maka pengusaha pun bisa lolos tanpa memasok ke PLN.
Sementara itu, Pembentukan Badan Layanan Umum (BLU) Batu Bara menurutnya tidak serta merta bisa mengatasi masalah pasokan batu bara ke PLN. Ia berpendapat sebenarnya kebijakan DMO sudah cukup untuk mengatasi pasokan batu bara PLM tanpa BLU. Namun, tidak semua pengusaha batu bara terkena kewajiban DMO lantaran tidak memenuhi spesifikasi PLN.
Baca Juga:
KPK Ungkap Eks Bupati Kukar Dapat US$5 per Matrik Ton dari Perusahaan Batu Bara
Pengusaha yang tidak berkewajiban memenuhi DMO ini akhirnya dapat mengekspor seluruh produksi dengan keuntungan yang lebih besar besar ketimbang pemasok ke PLN. Sehingga, BLU dibutuhkan untuk seluruh pengusaha secara tanggung renteng.
Ia berujar pengusaha yang tidak terkena kewajiban DMO pun harus membayar iuran untuk diberikan kepada pengusaha pemasok PLN. Iuran itu sebesar selisih harga antara harga pasar dengan harga DMO.
Ia menuturkan BLU tidak berhubungan langsung dengan PLN. Sehingga kewajiban DMO, kata dia, harus tetap diterapkan. Namun, karena ada disparitas harga antara harga pasar dengan harga DMO, BLU dibutuhkan untuk mengumpulkan iuran sehingga bisa menutup selisih harga.
Penyebab Pengusaha Membangkang
Berdasarkan data yang dihimpun Kementerian ESDM selama Juli 2022, ada 71 perusahaan yang belum memenuhi aturan DMO.
Arifin mengungkapkan kementeriannya akan terus memantau 71 perusahaan itu dan memberikan sanksi berupa pemblokiran fitur ekspornya pada aplikasi MOMS Minerba Online Montoring System.
Kementerian ESDM menerbitkan surat penugasan kepada 123 badan usaha pertambangan dengan total volume penugasan sebesar 18,89 juta ton sepanjang bulan lalu. Adapun realisasinya sampai Juli sebesar 8 juta ton dari 52 perusahaan.
Berdasarkan Keputusan Menteri ESDM Nomor 139 Tahun 2021 dan Kepmen ESDM Nomor 13 Tahun 2022, perusahaan pertambangan wajib memenuhi DMO minimal sebesar 25 persen dari rencana produksi untuk kelistrikan umum dan non-kelistrikan umum.
Larangan ekspor batu bara akan diberlakukan sampai kewajiban DMO dipenuhi. Namun, aturan ini dikecualikan bagi yang tidak memiliki kontrak penjualan dengan pengguna batu bara dalam negeri.
Selain itu, perusahaan yang melanggar akan dikenakan denda selisih harga jual ekspor dikurangi harga jual batu bara untuk penyediaan tenaga listrik dan untuk kepentingan umum, dikalikan dengan volume ekspor sebesar kewajiban pemenuhan batu bara dalam negeri yang tidak terpenuhi.
Terdapat denda lainnya, yakni sejumlah harga jual ekspor dikurangi dengan harga jual batu bara untuk di dalam negeri non-listrik untuk kepentingan umum, dikalikan dengan volume ekspor sebesar kewajiban pemenuhan batu bara dalam negeri yang tidak terpenuhi.
Denda ini dikenakan kepada perusahaan batu bara yang memiliki kontrak dengan pengguna batu bara non-kelistrikan, seperti semen, pupuk, pabrik kertas dan lain-lain.
Sanksi juga akan dikenakan berupa dana kompensasi yang dikenakan kepada perusahaan batu bara yang tidak memiliki kontrak penjualan dalam negeri atau spesifikasi batu bara tidak sesuai dengan pasar dalam negeri.
“Sehingga tidak memenuhi persentasi dalam negeri, dana kompensasi dihitung dalam periode satu tahun berdasarkan tarif dikali kekurangan kewajiban DMO perusahaan,” ujar dia.[zbr]