Nasional.Wahananews.co | Kekuatan masyarakat sipil merupakan kekuatan utama untuk mewujudkan demokrasi dan sumber utama dalam pelaksanaan kegiatan pemilu.Civil society dapat di lihat memiliki kapasitas yang sangat tinggi untuk menjadi salah satu kekuatan politik,Masyarakat sipil juga digambarkan sebagai masyarakat politik dan etis di mana warga negara sama di depan hukum.
Hukum itu sendiri dipandang sebagai etos, seperangkat nilai yang disepakati, tidak hanya berkaitan dengan prosedur politik, tetapi juga sebagai substansi fundamental (kebajikan) politik dari berbagai bentuk interaksi antar warga.
Baca Juga:
Ratusan Mahasiswa Korban Penipuan Resah karena Pinjol, Polres Bogor: Kami Carikan Solusinya
Masyarakat madani yang introspektif ini menyiratkan pentingnya wacana publik dan keberadaan ruang publik yang bebas. Oleh karena itu, masyarakat madani ini juga menyerukan penghapusan berbagai hambatan struktural yang mengebiri demokrasi.
Tetapi perubahan struktural politik tidak cukup tanpa perubahan budaya. Fakta tentang nilai yang tumbuh di masyarakat Indonesia menunjukkan bahwa warisan budaya feodalisme dan paternalisme sangat kuat.
Pembangunan kehidupan menuju masyarakat civil society sangat membutuhkan orientasi nilai yang saling percaya pada semua golongan dan strata masyarakat. Kehidupan demokrasi tidak akan muncul dan berkembang jika masyarakat tidak memiliki kepercayaan yang cukup terhadap peran efektif lembaga-lembaga pemerintah dan non-pemerintah yang mengarah kenegara bagian dan beradab mendukung demokratisasi.
Baca Juga:
116 Mahasiswa IPB Resah Diuber Pinjol, Polisi: Kami Upayakan Solusi Terbaik
Masyarakat madani dengan demikian merupakan konsep kehidupan komunal yang didasarkan pada negara-bangsa modern (nation-state) dengan membangun budaya sipil dan kepercayaan sosial.
Dalam konteks akhir makna beradab mengacu pada komitmen terhadap kehidupan komunal yang dilandasi jiwa dan semangat modernisasi.
Dalam konteks Indonesia, kebangkitan masyarakat sipil sebenarnya dimulai pada masa penjajahan Belanda. Saat itu, perjuangan orang melawan pemerintah kolonial termasuk tiga faksi. Pertama,petani radikal pedesaan, yang diwujudkan dalam serangkaian pemberontakan petani di Jawa dan Sumatera pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20.
Kedua, pekerja militan, terdiri dari pekerja pabrik gula, pekerja kereta api, dll. Mereka melakukan demonstrasi dan pemogokan menuntut kenaikan upah dan kondisi kerja yang lebih baik melalui serikat pekerja yang ada. Ketiga, pemuda, yang terdiri dari intelektual muda berpendidikan Barat, yang membentuk kelompok-kelompok diskusi di kota-kota besar dan mulai mengekspresikan semangat nasionalisme dan kebebasan politik. Dengan ketiga unsur tersebut,berusaha melawan dominasi dan manipulasi pemerintah kolonial Belanda.
Proses kebangkitan masyarakat sipil memanifestasikan dirinya dalam beberapa jenis gerakan sosial. Yang pertama adalah perlawanan simbolik, yang mencakup berbagai tindakan tidak langsung untuk mengontrol aturan negara.
Tujuan utama dari kegiatan semacam ini adalah untuk mewakili berbagai pengaduan dan tuntutan hukum dalam bentuk tulisan, pertunjukan seni dan diskusi kritis, pertemuan, dll. Kedua, resistensi realistis dalam merespon langsung kebijakan pemerintah atau sistem politik sosial ekonomi saat ini.
Ketiga, tindakan langsung atau tidak langsung yang menyerukan terciptanya situasi sosial politik yang lebih baik, khususnya Chilek, dan perlawanan pragmatis simbolis yang berupaya mereduksi kontrol negara atas berbagai bidang kehidupan masyarakat.
Aspek lain yang sangat mungkin berperan penting dalam perkembangan masyarakat sipil di Indonesia adalah LSM.Dalam konteks organisasi politik, seperti partai politik berbasis profesi dan kelompok kepentingan, saat ini kecil harapan.
Namun LSM dapat mengisi ruang publik yang mandiri dalam wacana politik Indonesia di masyarakat sipil.Perkembangan masyarakat sipil juga tampaknya berjalan seiring dengan peran dan komitmen mahasiswa saat ini dan masa depan.Cara lain untuk mengembangkan masyarakat sipil di Indonesia adalah dengan secara sistematis membekali warga negara dengan pendidikan kewarganegaraan melalui kegiatan formal, sambil menyangkal prinsip ideologi politik pemerintah. [Yg]