WahanaNews-Jambi | Ketua Umum DPP Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo), Gulat Manurung mengatakan, petani sawit merugi Rp 11,7 triliun akibat larangan ekspor crude palm oil (CPO) yang diberlakukan Presiden Joko Widodo pada 28 April kemarin.
Gulat mengatakan, akibat dari larangan itu, 25 persen dari 1.118 pabrik sawit se-Indonesia telah setop pembelian TBS sawit petani. Hal ini terjadi setelah harga TBS petani anjlok 40-70 persen dari harga penetapan dinas perkebunan (disbun).
Baca Juga:
Harga CPO Naik Signifikan, Dorong Pertumbuhan Ekspor Indonesia
Kondisi ini, diklaim Gulat, terjadi secara merata di seluruh Indonesia, sejak larangan ekspor dikeluarkan pada April lalu.
"Kami berpacu dengan waktu karena sudah rugi Rp 11,7 triliun sampai akhir April lalu, termasuk hilangnya potensi pendapatan negara melalui bea keluar, terkhusus pungutan ekspor dimana sejak Februari sampai April sudah hilang Rp 3,5 triliun per bulannya," urai Gulat.
Menurutnya, semua permasalahan ini terjadi sejak adanya gangguan pasokan minyak goreng sawit (MGS) domestik, ditambah harganya yang tergolong mahal meski telah disubsidi.
Baca Juga:
Kejagung Geledah Kantor KLHK Terkait Dugaan Korupsi Kelapa Sawit Senilai Ratusan Miliar
Akibatnya, Presiden Jokowi mengambil langkah kebijakan larangan ekspor CPO dan bahan baku MGS.
Anggota Dewan Penasehat DPP APKASINDO Rusli Ahmad sangat prihatin dengan kondisi ini. Menurutnya, kelangkaan minyak goreng sawit ini sebenarnya merupakan masalah sepele. Masalah, menurutnya, hanya terletak pada urusan distribusi.
"Hanya kementerian terkait sibuk mengkhayal melukis langit, jadi wajar saja petani sawit mengadu ke Presiden," ujar Rusli.