JAMBI.WAHANANEWS.CO - Transformasi ekonomi berbasis hilirisasi kini menjadi agenda utama dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025–2029. Melalui Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2025 yang dirilis pada 10 Februari 2025, pemerintah menetapkan hilirisasi industri berbasis sumber daya alam (SDA) sebagai salah satu dari delapan prioritas nasional pembangunan (Bappenas, 2025).
Arah kebijakan ini bukan hanya mencerminkan perubahan pendekatan pembangunan, melainkan juga menjadi pijakan menuju visi Indonesia Emas 2045, yang menekankan nilai tambah, daya saing, dan industrialisasi berkelanjutan. Delapan misi strategis (Asta Cita) yang menjadi dasar RPJMN menjadi kerangka konsolidasi transformasi struktural lintas wilayah, termasuk Pulau Sumatera.
Baca Juga:
Pertamina Tawarkan 19 Proyek Rp150 Triliun, Danantara Siapkan Dukungan Investasi Jangka Panjang
Kajian teknis Bappenas menegaskan bahwa hilirisasi pada komoditas unggulan seperti sawit, nikel, dan karet bukan sekadar strategi ekonomi, tetapi instrumen pembangunan untuk menciptakan nilai tambah domestik, memperluas lapangan kerja berkualitas, serta memperkuat struktur fiskal daerah dan nasional (Indef, 2024). Dalam konteks ini, Provinsi Jambi memegang posisi strategis di kawasan regional Sumatera.
Di tengah dominasi Sumatera Utara dan Riau, Jambi menampilkan struktur ekonomi berbasis SDA yang kuat, namun menghadapi tantangan besar dalam mengubah potensi tersebut menjadi kekuatan industri yang produktif dan bernilai tambah tinggi.
Berdasarkan publikasi resmi Badan Pusat Statistik (BPS, 2025), Jambi berkontribusi sebesar 6,53% terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Sumatera, dengan laju pertumbuhan ekonomi year-on-year (Y-on-Y) mencapai 4,55% pada Triwulan I 2025. Meski berada di bawah Sumatera Utara (23,57%) dan Riau (23,33%), capaian ini menempatkan Jambi sejajar dengan Sumatera Barat (6,86%) dan Kepulauan Riau (7,26%), yang mengindikasikan posisi Jambi sebagai provinsi dengan kontribusi menengah.
Baca Juga:
Siap Wujudkan Hilirisasi, PLN Petakan Permintaan Listrik di RUPTP 2025-2034
Pertumbuhan 4,55% ini mencerminkan ketahanan struktural ekonomi daerah pasca pandemi, meskipun sedikit di bawah rata-rata pertumbuhan wilayah Sumatera sebesar 4,85%. Hal ini menjadi sinyal positif terhadap efektivitas kebijakan fiskal dan sektor riil, namun belum cukup menjawab tantangan struktural yang lebih dalam. Kontribusi ekonomi Jambi banyak ditopang oleh sektor-sektor unggulan, terutama:
1. Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan, yang menyumbang sekitar 27,36% terhadap PDRB Jambi (BPS Provinsi Jambi, 2024).
2. Pertambangan dan Penggalian, khususnya batu bara dan migas, dengan kontribusi sekitar 22,91%.
3. Industri Pengolahan, seperti CPO, karet, dan makanan olahan, yang berkontribusi sekitar 14,53%.
Sektor-sektor tersebut secara agregat menjadi tulang punggung ekonomi Jambi, namun masih sangat tergantung pada ekspor komoditas mentah dan harga pasar global.
Namun demikian, jika dilihat secara lebih tajam, posisi ekonomi Jambi yang stagnan di kategori menengah selama lebih dari satu dekade mencerminkan tantangan struktural yang belum sepenuhnya teratasi. Potensi sumber daya alam yang melimpah belum dikapitalisasi secara maksimal melalui transformasi industri bernilai tambah tinggi. Ekonomi Jambi masih bertumpu pada sektor primer, terutama komoditas ekspor mentah seperti kelapa sawit dan batubara, yang membuat struktur ekonomi sangat rentan terhadap fluktuasi harga pasar global.
Dengan demikian, meskipun capaian pertumbuhan 4,55% menunjukkan stabilitas, pertumbuhan ini belum bersifat inklusif dan transformatif. Ia belum memberikan efek pengganda (multiplier effect) yang signifikan terhadap sektor informal, UMKM, maupun terhadap pengurangan ketimpangan spasial antardaerah di dalam provinsi. Daerah-daerah dengan sumber daya alam terbatas masih tertinggal dari pusat-pusat pertumbuhan berbasis tambang dan perkebunan. Ketimpangan spasial dan keterbatasan konektivitas antarwilayah juga menghambat integrasi rantai pasok dalam provinsi. Padahal, posisi geografis Jambi yang strategis di tengah Pulau Sumatera, serta potensi integrasi dengan jaringan Jalan Tol Trans Sumatera, seharusnya dapat dioptimalkan untuk menjadikan Jambi sebagai simpul logistik regional.