Pemerintah Provinsi Jambi telah menjalankan berbagai inisiatif strategis, termasuk penguatan infrastruktur dasar, pemberdayaan UMKM, dan kolaborasi lintas sektor. Namun stagnasi kontribusi Jambi dalam satu dekade terakhir mengindikasikan perlunya pendekatan yang lebih progresif. Tanpa restrukturisasi ekonomi yang menyeluruh, Jambi berisiko terus terjebak dalam pola ekonomi ekstraktif sebuah jebakan pertumbuhan tanpa distribusi kesejahteraan yang merata.
Dengan posisi geografis strategis di jantung Pulau Sumatera dan potensi integrasi melalui jaringan Jalan Tol Trans Sumatera, Jambi semestinya mampu mengambil peran sebagai simpul logistik dan kawasan industri strategis di wilayah barat Indonesia. Namun keterbatasan konektivitas antarwilayah, belum optimalnya integrasi rantai pasok, serta ketimpangan spasial di dalam provinsi menjadi penghambat utama terciptanya efek pengganda yang inklusif terutama bagi UMKM dan daerah-daerah non-komoditas. Oleh karena itu, tantangan transformasi ekonomi Jambi membutuhkan lima langkah strategis yang saling melengkapi:
1. Hilirisasi berbasis inovasi dan teknologi pada sektor pertanian, perkebunan, dan tambang.
2. Reformasi tata kelola investasi dan perizinan untuk memperkuat iklim usaha produktif.
3. Konsolidasi fiskal daerah untuk meningkatkan efisiensi belanja pembangunan.
4. Peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui pendidikan vokasi berbasis industri.
5. Akselerasi digitalisasi layanan publik dan ekonomi lokal.
Baca Juga:
Pertamina Tawarkan 19 Proyek Rp150 Triliun, Danantara Siapkan Dukungan Investasi Jangka Panjang
Namun kelima langkah strategis tersebut tidak akan efektif tanpa kolaborasi lintas actor yang solid. Pemerintah daerah membutuhkan sinergi aktif dengan pemerintah pusat, pelaku usaha, akademisi dan masyarakat sipil dalam merancang dan mengeksekusi kebijakan yang berorientasi pada nilai tambah dan keberlanjutan. Dunia usaha harus menjadi mitra dalam hilirisasi berbasis inovasi, sementara perguruan tinggi dan lembaga riset menyumbang pengetahuan dan teknologi. Masyarakat, terutama komunitas local dan pelaku UMKM, harus dilibatkan sebagai bagian dari transformasi agar dampaknya inklusif dan berkeadilan.
Tanpa intervensi kebijakan yang berani, terukur, dan berbasis data, Jambi tidak akan mampu keluar dari jerat ketergantungan sektor primer. Momentum pertumbuhan ekonomi Triwulan I 2025 seharusnya tidak dipahami semata sebagai capaian, melainkan sebagai peringatan dini sekaligus peluang untuk mempercepat reformasi struktural.
Dalam lanskap ekonomi Sumatera yang semakin kompetitif, Jambi tak cukup hanya menjadi pengikut tren sektoral. Diperlukan keberanian politik, konsistensi teknokratis, serta sinergi kelembagaan untuk mentransformasi struktur ekonomi dari ekonomi berbasis ekstraksi menuju ekonomi berbasis hilirisasi, inovasi, dan konektivitas.
Baca Juga:
Siap Wujudkan Hilirisasi, PLN Petakan Permintaan Listrik di RUPTP 2025-2034
Pertumbuhan 4,55% bukanlah garis akhir, melainkan titik tolak untuk menetapkan ulang fondasi ekonomi Jambi yang lebih inklusif, adaptif, dan berdaya saing tinggi. Sudah saatnya hilirisasi tidak lagi menjadi sekadar agenda wacana, tetapi menjadi prioritas nyata dalam peta jalan pembangunan masa depan.
Penulis merupakan Akademisi UIN STS Jambi