Di luar masalah struktural di atas, pembicaraan mengenai defisit APBD juga perlu menyentuh aspek alokasi belanja. Sering kali, belanja prioritas tidak didasarkan pada skala urgensi dan efektivitas untuk memacu pertumbuhan, melainkan pada komitmen politik jangka pendek atau bahkan ego sektoral. Belanja daerah terkadang lebih didominasi oleh belanja rutin yang tidak produktif, seperti belanja pegawai yang membengkak, atau alokasi untuk program-program seremonial dan proyek mercusuar yang tidak memiliki multiplier effect signifikan terhadap perekonomian lokal.
Kesalahan dalam prioritas ini menciptakan defisit yang tidak produktif karena tidak menghasilkan aset strategis atau memperluas basis ekonomi. Analisis mendalam menunjukkan bahwa alokasi belanja yang timpang, di mana belanja modal untuk infrastruktur dasar seperti jalan, irigasi, dan sanitasi justru minim, dapat menghambat daya saing daerah.
Baca Juga:
AHY Tegaskan Penertiban ODOL Tak Ancam Ekonomi, Justru Selamatkan Nyawa dan Infrastruktur
Menurut Halim (2021) dalam Manajemen Keuangan Daerah, kesalahan alokasi belanja menjadi salah satu penyebab utama defisit yang tidak sehat, karena defisit yang terjadi tidak sebanding dengan manfaat ekonomi yang dihasilkan. Seharusnya, defisit yang diambil diimbangi dengan investasi pada sektor-sektor yang dapat mendorong produktivitas dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan.
Defisit APBD bukan semata soal hitung-menghitung pendapatan dan belanja, tetapi refleksi dari desain fiskal nasional, struktur ekonomi daerah, dan dinamika politik lokal. Untuk keluar dari jebakan defisit yang tidak produktif, dibutuhkan reformulasi hubungan keuangan pusat-daerah yang lebih adil, strategi pertumbuhan ekonomi daerah yang memperluas basis pajak, serta keberanian mengambil defisit produktif yang terukur, didasari pemahaman menyeluruh agar solusi yang ditawarkan bukan sekadar slogan, melainkan dapat diimplementasikan demi kemajuan daerah. Karena, keliru membaca akar, akan membuat APBD Provinsi Jambi malfungsi.
(Penulis merupakan Pemerhati Kebijakan Publik)
Baca Juga:
PKN Tingkat I 2025 Resmi Dibuka, Fokus pada Sinergi dan Akuntabilitas Birokrasi
[Redaktur : Ados Sianturi]