JAMBI.WAHANANEWS.CO - Pagi di Jambi selalu memiliki caranya sendiri untuk memanggil harapan. Kabut tipis yang bergantung di atas aliran Batanghari perlahan tersibak oleh cahaya matahari, menyinari permukaan air yang sejak ratusan tahun lalu menjadi nadi kehidupan daerah ini.
Sungai itu telah mengantarkan perahu dagang, hasil bumi, dan cerita tentang kerja keras yang diwariskan dari generasi ke generasi. Kini, di tepi sungai yang sama, masyarakat Jambi menatap masa depan dengan satu pertanyaan besar: sudahkah kita siap membuka pintu bagi investasi yang akan membawa kemajuan dan kemakmuran secara berdaya saing dan berkelanjutan.
Baca Juga:
DJPPR Gelar Sosialisasi Pembiayaan APBN dan Investasi SBN Ritel di Yogyakarta: Meningkatkan Literasi Keuangan
Dalam lima tahun mendatang, arah pembangunan Jambi dituntun oleh visi besar yaitu Jambi Mantap Berdaya Saing dan Berkelanjutan 2025 hingga 2029. Visi ini bukan hanya hiasan kata di atas kertas, melainkan janji yang ingin diwujudkan bahwa Jambi akan berdiri dengan kepercayaan diri, mengandalkan kekuatan ekonominya, menjaga kelestarian lingkungannya, dan memastikan kesejahteraan masyarakatnya. Misi yang mengiringinya lahir dari kesadaran bahwa pertumbuhan yang kokoh memerlukan birokrasi yang bersih dan lincah, perekonomian yang berorientasi pada nilai tambah, lingkungan yang terjaga, infrastruktur yang memadai, tata ruang yang tertib, dan kemitraan yang strategis. Semua itu menjadi fondasi agar modal yang datang bukan sekadar modal yang mencari untung cepat, melainkan modal yang cerdas, yang membangun dan memberdayakan.
Dorongan untuk mempercepat investasi di Jambi lahir dari realitas yang tidak bisa diabaikan. Selama ini Jambi dikenal sebagai daerah penghasil komoditas mentah, mulai dari karet, sawit, kayu, kopi, hingga hasil perikanan. Nilai yang sesungguhnya tinggi justru muncul saat komoditas itu diolah menjadi produk jadi atau setengah jadi. Hilirisasi karet menjadi barang jadi seperti sarung tangan medis atau sol sepatu, pengolahan sawit menjadi oleokimia, atau pemanfaatan kayu menjadi produk engineered wood bukan saja menaikkan nilai jual, tetapi juga membuka lapangan kerja yang lebih luas, memperkuat daya tawar di pasar global, dan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah tanpa membebani usaha kecil.
Investasi juga memberi kesempatan bagi daerah untuk memperluas basis pajak dan retribusi secara adil. Regulasi nasional terbaru, seperti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, memberikan kepastian kerangka pembagian sumber pendapatan, transfer ke daerah, dan sinergi fiskal nasional. Dengan memanfaatkannya, pemerintah daerah dapat merancang insentif fiskal yang cermat dan terukur, sehingga menarik investor tanpa mengorbankan kepentingan masyarakat.
Baca Juga:
Pemkab Simalungun Bentuk Satgas Lawan Premanisme dan Ormas Pengganggu Investasi
Lebih dari sekadar modal, investasi membawa pengetahuan. Perusahaan yang masuk biasanya datang dengan teknologi, standar kerja, dan akses pasar yang lebih luas. Ketika tenaga kerja lokal terlibat, terjadilah proses pembelajaran langsung yang memperkaya keterampilan dan memperbesar peluang usaha baru. Itulah mengapa investasi sering kali menjadi pintu masuk bagi peningkatan kualitas sumber daya manusia.
Di era transisi energi dan kesadaran lingkungan, arah investasi juga berubah. Pembiayaan yang mengalir ke sektor hijau semakin besar, sejalan dengan panduan Taksonomi untuk Keuangan Berkelanjutan Indonesia yang telah diperbarui pada tahun 2025. Panduan ini mengklasifikasikan sektor-sektor yang dianggap hijau atau dalam masa transisi, sehingga pemerintah daerah dapat memastikan bahwa proyek-proyek yang dipromosikan sejalan dengan tujuan pembangunan berkelanjutan dan memiliki daya tarik bagi lembaga keuangan.
Namun modal tidak akan masuk tanpa rasa aman. Kepastian hukum dan kecepatan layanan menjadi syarat mutlak. Regulasi nasional telah memberikan payung yang kuat, mulai dari Undang-Undang Cipta Kerja yang mempermudah proses perizinan, Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 tentang Perizinan Berbasis Risiko yang mempermudah usaha berisiko rendah untuk segera berjalan, hingga Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2021 yang mengatur daftar bidang usaha prioritas dan peluang kemitraan bagi koperasi serta UMKM. Semua regulasi ini pada dasarnya memberi kesempatan bagi daerah untuk menata pintu masuk investasi dengan aturan yang jelas, proses yang ringkas, dan pelayanan yang transparan.