Transplantasi ginjal sudah dilakukan di Indonesia sejak tahun 1977, namun baru berkembang pesat pada tahun 2011 dan sampai saat ini telah dilakukan lebih dari 1.200 kasus (jumlah yang sangat kecil dibandingkan populasi & penderita GGK).
“Awalnya, prosedur dilakukan dengan memasukkan alat laparaskopi melalui rongga perut (peritoneum dimana terdapat usus dan organ-organ lain), kemudian membuka ruangan belakang tempat ginjal berada. Sejak 2018 dikembangkan teknik baru, laparaskopi langsung ke lokasi ginjal (retroperitoneal), hal ini membutuhkan keterampilan yang lebih baik dari operator, namun memberikan keuntungan yaitu komplikasi yang lebih rendah bagi pendonor,” jelasnya.
Baca Juga:
Budi Arie Sebut dalam Setahun RI Butuh 450 Ribu Talenta Digital
“Di RS Siloam ASRI, operasi pengangkatan ginjal donor dilakukan 100% dengan laparoskopi, awalnya melalui prosedur transperitoneal dengan keuntungan lapangan pandang operasi yang lebih luas, dan secara teknis lebih mudah dibandingkan retroperitoneal. Pengembangan laparaskopi donor nefrektomi melalui retroperitoneal dimulai dengan membuat ruangan baru di area ginjal, yang bisa memberikan akses langsung ke pembuluh darah ginjal tanpa melalui rongga perut dan memindahkan usus besar sehingga menurunkan risiko komplikasi,” ujar dr. Nur Rasyid.
“Pada tahun 2020, tim transplantasi di RS Siloam ASRI sudah mulai mengembangkan teknik laparoskopi retroperiteneal. Sampai saat ini, RS Siloam ASRI telah melakukan operasi laparaskopi donor transperitoneal sebanyak 78 pasien dengan 1 komplikasi, dan retroperitoneal sebanyak 137 pasien tanpa adanya komplikasi. Dalam proses operasi transplantasi ginjal pada resipien (penerima), secara fundamental yang harus dikuasai operator adalah penyambungan pembuluh darah (anastomosis vaskuler) dari donor ke resipien,” ungkapnya.
Dalam paparannya, ia juga mengemukakan bahwa pada pemeriksaan CT angiografi untuk melihat pembuluh darah ginjal donor seringkali ditemukan calon donor yang memiliki pembuluh darah arteri ginjal lebih dari satu atau yang disebut dengan multiple renal artery (MRA). Pada awal pengembangan transplantasi, calon donor seperti ini tidak ideal, sehingga kadang diminta mencari donor lain. Namun, dengan pengembangan kemampuan operasi (microsurgery) dari tim resipien RS Siloam ASRI yang mampu menyatukan beberapa pembuluh darah menjadi satu bagian, hal ini memberikan kesempatan lebih besar pada ketersediaan donor dan memberikan keberhasilan yang sama baiknya dengan donor yang pembuluh darah arteri tunggal.
Baca Juga:
Jokowi Kesal Rp 6,2 Triliun Habis untuk Ribuan Aplikasi: Fokus ke Proyek
Prosedur persiapan transplantasi yang mulus atau seamless memerlukan adanya kerja sama yang baik antara koordinator transplan, tim advokasi (melaksanakan tugas KTN) yang baik, dokter spesialis nefrologi yang memastikan tingkat kecocokan organ donor dan resipien, dokter spesialis radiologi yang dapat menampilkan pembuluh darah donor dan resipien dengan baik, serta seluruh tim dokter spesialis yang memastikan toleransi operasi pasien cukup untuk melaksanakan transplantasi.
“Pada pelaksanaannya, dilakukan anestesi oleh tim anestesi yang berpengalaman dalam transplantasi organ di samping kesiapan tim bedah urologi untuk donor dengan laparaskopi dan untuk resipien dengan teknik bedah mikro sehingga menurunkan morbiditas dan meningkatkan keberhasilan transplantasi ginjal di RS Siloam ASRI hingga saat ini,” tutupnya. [Yg]