Dalam regulasi terbaru itu, guru yang berminat menjadi kepala sekolah harus melalui dua tahapan seleksi, yakni seleksi administratif dan seleksi substantif. Setelah lolos seleksi, calon kepala sekolah akan mengikuti pelatihan khusus yang diselenggarakan oleh Kemendikdasmen. Terdapat tiga jalur yang dapat ditempuh untuk mengikuti proses seleksi itu. Pertama, melalui undangan dari dinas pendidikan setempat. Kedua, melalui usulan dari kepala sekolah atau sekolah tempat guru tersebut mengajar. Ketiga, dengan mengajukan diri secara mandiri.
Penataan ulang proses seleksi kepala sekolah melalui tahapan seleksi administratif dan substantif menunjukkan upaya serius pemerintah dalam menjamin kualitas serta kesiapan calon pemimpin sekolah. Seleksi tidak lagi semata-mata menyoal kelengkapan berkas, tapi mengedepankan kompetensi kepemimpinan yang matang dan terukur.
Baca Juga:
Guru Tak Wajib Mengajar 24 Jam Lagi, Kemendikdasmen Beri Skema Baru Mulai 2025
Lebih jauh, pembukaan tiga jalur seleksi--melalui undangan dinas pendidikan, rekomendasi sekolah, dan pengajuan mandiri--mencerminkan semangat reformasi yang inklusif dan berkeadilan. Setiap guru kini memiliki peluang yang sama untuk mengakses jenjang kepemimpinan tanpa dibatasi oleh struktur birokrasi semata.
Regulasi tersebut sekaligus mendorong penguatan peran otonomi daerah. Dinas pendidikan diharapkan mampu mengidentifikasi dan membina potensi kepemimpinan dari tingkat paling dasar, membangun mekanisme rekrutmen kepala sekolah yang bersifat bottom-up dan berbasis kebutuhan nyata di lapangan.
REFORMASI KEPEMIMPINAN SEKOLAH
Baca Juga:
Cek Kesehatan Gratis Siap Diterapkan di Sekolah, Targetkan 280 Juta Penduduk
Sebagai langkah strategis dalam reformasi pendidikan, Kemendikdasmen resmi meluncurkan program kepemimpinan sekolah sebagai tindak lanjut dari terbitnya Peraturan Menteri Nomor 7 Tahun 2025. Program itu menjadi salah satu pilar peningkatan mutu pendidikan. Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah menjelaskan bahwa program baru itu difokuskan untuk menyiapkan calon kepala sekolah sekaligus memperkuat kompetensi kepemimpinan bagi mereka yang telah menduduki posisi tersebut.
Transformasi itu tidak sekadar soal pergantian nama, tapi juga mencerminkan penajaman orientasi dan sasaran program. Fokus utamanya ialah membentuk pemimpin satuan pendidikan yang memiliki visi strategis, kemampuan manajerial, serta keteguhan etika dalam memimpin sekolah di tengah kompleksitas zaman. Kepemimpinan pendidikan kini tidak bisa lagi bersifat administratif semata, tetapi harus mampu menggerakkan perubahan, membangun budaya kolaboratif, dan menjawab kebutuhan peserta didik secara lebih dinamis.
Program kepemimpinan sekolah akan membekali para peserta dengan serangkaian pelatihan yang dirancang komprehensif. Mulai penguatan wawasan kebijakan pendidikan, pembentukan nilai dan etos kerja, hingga penguasaan keterampilan teknis seperti perencanaan strategis, pengelolaan SDM, dan evaluasi mutu pembelajaran. Dengan desain pelatihan yang menyentuh aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik, program itu diharapkan mampu mencetak pemimpin pendidikan yang tidak hanya kompeten, tetapi juga berkarakter kuat.