WahanaNews-Jambi I Intimidasi yang dilakukan oleh PT Wirakarya Sakti (PT KWS), PT Kaswari Unggul (PT KU) dan PT Mendahara Agrojaya Industri (PT MAI) sepanjang september sampai dengan bulan oktober terhadap petani anggota Serikat Petani Indonesia (SPI) berhasil menaikkan eskalasi konflik agraria di Kabupaten Tanjung Jabung Timur.
Beberapa langkah yang diambil oleh pemerintah pusat melalui Tim Percepatan Penanganan Konflik Agraria (TPPKA), Penguatan Kebijakan Reforma Agraria (PKRA), serta Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) terpaksa terhambat oleh peristiwa ini.
Baca Juga:
Bareskrim Tangkap Kakak Helen Bandar Besar Lapak Narkoba Jambi
Oleh karena itu, Serikat Petani Indonesia menggelar Konferensi Pers yang secara hybrid system di sekretariat DPW SPI Jambi, Kecamatan Kumpeh Ulu, Kabupaten Muaro Jambi pada Jum'at, (29/10/2021).
Konferensi pers tersebut menghadirkan Ahya Ahadita selaku ketua DPC SPI Tanjung Jabung Timur, Sawardi selaku Ketua BPW SPI Provinsi Jambi, dan Agus Rusli selaku Sekretaris Umum Dewan Pimpinan Pusat Serikat Petani Indonesia (DPP SPI).
"PT WKS ini selalu melakukan intimidasi, intimidasi dimana selalu mencabuti tanaman-tanaman. Apalagi setelah SK 55-nya dikukuhkan, itu berani mereka menggusur. Kadang rumah, bangunan pondok-pondokan disana itu sudah hampir habis digusurin oleh mereka," terang Ahya.
Baca Juga:
Polisi Ciduk Pembunuh Wanita dalam Lemari
Tak puas sampai disitu, PT WKS merendam tanaman pagi dan jagung para petani supaya tanaman tersebut mati secara perlahan. Sementara tanaman nenas dan pinang, pihak perusahaan melakukan pencabutan dan sebagian di semprot mati.
Dalam konflik yang serupa di Tanjung Jabung Timur di motori oleh PT KU yang mendapat SK pelepasan hutan pada tahun 1999. Akan tetapi pada SK yang 12.553,40 Ha berada di kelompok hutan sungai Lagan, Sungai Dendang, dan Sungai Keman tidak memiliki tapal batas.
Dalam hal ini status penunjukan hutan PT KU tidak sesuai dengan UU Kehutanan No. 41 tahun 1999.
"Ketika PT Kaswari Unggul menggarap, akibatnya menggarap tanah masyarakat yaitu tanah transmigrasi. Tanah pelepasan hutan untuk masyarakat melalui Departemen Transmigrasi digarap oleh PT Kaswari Unggul," lanjut Ahya.
Syarat pelepasan hutan terhadap perusahaan, satu tahun setelahnya harus mengurus Hak Guna Usaha (HGU). Faktanya, PT Kaswari Unggul dimulai tahun 1999 sejak keluar SK sampai dengan 2015 tidak memiliki HGU. Artinya selama itu perusahaan ini mengelola lahan secara illegal.
Pada tahun 2015 PT Kaswari Unggul mengajukan pembuatan SK HGU. Akan tetapi setelah keluar, PT. Kaswari Unggul tidak menindaklanjutinya dengan penyelesaian BPHTB hingga SK HGU itu berakhir dan batal dengan sendirinya.
Konflik masyarakat dengan perusahaan ini diperparah saat masyarakat memasang portal sebagai pembatas lahan diantara Lahan ususan Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) dengan lahan yang di klaim perusahaan sebagai lahan kelolanya.
Konflik berpuncak saat PT Kaswari Unggul memaksa untuk membongkar portal tersebut yang dimana pihaknya dibantu oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP).
Sebelumnya, PT MAI beserta aparat mendatangi tanah yang dikelola petani anggota Serikat Petani Indonesia (SPI) di Desa Merbau, Kecamatan Mendahara dengan tujuan untuk merusak galian parit batas areal konflik yang dibuat oleh petani secara swadaya pada Kamis, (21/10/2021) lalu.
Hal tersebut menimbulkan bentrokan antara petani dengan PT MAI, hingga terjadi pengancaman disertai kekerasan menggunakan senjata badik dan laras panjang oleh oknum aparat kepada petani. Karena situasi yang sudah tidak kondusif, petani anggota SPI di Desa Merbau meninggalkan lokasi demi keselamatan diri. Tak lama berselang, alat berat perusahan datang merusak galian parit batas tersebut.
Tak tahan lagi atas ulah-ulah perusahaan tersebut, kurang lebih 300 orang petani anggota SPI Kabupaten Tanjung Jabung Timur menggelar aksi di Kantor Bupati Tanjung Jabung Timur pada Rabu, (27/10/2021).
Akan tetapi, dalam hal ini Bupati tidak datang menemui para petani dan mengerahkan Sekretaris Daerah.
Tidak ditemukan solusi atas dialog petani bersama Sekda dan statement Sekda terkesan memihak kepada perusahaan.
Sarwadi Sukiman, Ketua Serikat Petani Indonesia ( SPI) Provinsi Jambi membenarkan hal tersebut keterangannya.
Anggota SPI melakukan aksi dan memutuskan menginap menggunakan tenda di halaman kantor Bupati hingga pada Kamis, (28/10/2021) pihak Kapolres menemui mereka.
Kapolres mengatakan bahwasanya Bupati akan menemui mereka pada Senin, (1/11/2021). Sehingga anggota SPI memutuskan untuk menyudahi aksinya.
Terpisah, Sekretaris Umum Dewan Pengurus Pusat (DPP) SPI Agus Ruli Ardiansyah berharap supaya Bupati Tanjabtim mematuhi Surat Menteri Dalam Negeri perihal dukungan penanganan konflik agraria pada kasus/lokasi prioritas. (tum)