Perusahaan perkebunan bisa menyerahkan minmal 20% ini pada GTRA, lebih lanjut GTRA bisa mengambi alih obyek kewajiban ini sebagai TORA kemudian menyusun rencana kerja TORA.
Baca Juga:
Pemkab Tangerang Dukung Pengembangan Budidaya Hidroponik untuk Ketahanan Pangan Daerah
Azhari selaku IHCS Perwakilan Jambi menilai Kemauan politik pemerintah pada prinsipnya sudah sangat maju dan ini bisa dilihat dari lahirnya Perprses Reforma Agraria , Perppres tentang keberlanjutan (SDGS ) , Inpres tentang Renacana Aksi Perkebunan sawit berkelanjutan, ini komitmen terhadap UUPA dan UU no 39 tahun 2014,hanya saja ini masih sebatas niatan belaka, untuk itu perlu kolaborasi civil ;NGO, rakyat dan pemerintah, karena mengingat kuatnya kooptasi perusahaan dan mafia teselubung.
“Kami memandang secara prinsip norma hukum yang telah dibuat sudah memenuhi asas-asas hukum utamanya asas menguasai oleh negara, artinya negara tidak boleh ditundukkan oleh korporasi, negara berdiri tegak lurus untuk kepastian hukum dan keadilan sosial”,terangnya.
“Jika tidak dipenuhi kewajiban minimal 20% oleh perusahaan maka segera tetapkan Sebagai Obyek Reforma Agraria oleh GTRA, atau perusahaan yang tak sanggup mengalokasikan lahan dan anggaran pembangunaan kebun rakyat dengan Sukarela serahkan pada GTRA, toh komposisi GTRA ini kan gemuk dan berotot, Insya Allah mereka mampu eksekusi “,tambahnya.
Baca Juga:
Kasus TPPU Duta Palma, Kejagung Kembali Sita Rp372 Miliar
Kadisbun Provinsi Jambi, Agus Rizal menyampaikan bahwa Situasi pada 1983 masih banyak kawasan hutan bisa dikonversi, ijin perkebunan dari kawasan hutan bisa dikonversi saat mendapatkan HGU, di jambi ada enam perusahaan yang izinnnya dikeluarkan oleh Gubernur . PTPN VI, PT KDA, PT Kedaton, Agro Alam Sejahtera, PT Asian Agri, PT SAL keenam perusahaan ini telah memenuhi peryaratan 20 % dari HGU untuk rakyat.
“Dari 186 perusahaan yang memegang izin enam perusahaan sudah menyelesaikan kewajiban 20% sisanya 180 perusahaan perkebunan belum realisasi “,pungkasnya. [yg]