JAMBI.WAHANANEWS.CO, JAMBI - Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah cerminan tata kelola keuangan dan prioritas pembangunan suatu daerah. APBD Provinsi Jambi selama beberapa tahun terakhir menunjukkan tren defisit anggaran yang menimbulkan berbagai pertanyaan : mengapa defisit terus terjadi? Bagaimana peran dana transfer pusat? Bagaimana kontribusi penerimaan sendiri Pendapatan Asli Daerah (PAD)? Dan apakah potensi PAD belum digarap optimal? Tulisan ini akan mengulas akar permasalahan APBD Jambi dari sisi indikator defisit, ketergantungan terhadap dana transfer, kinerja PAD, serta peluang belum termanfaatkan.
Memahami Defisit APBD Jambi.
Baca Juga:
Polda Jambi Gelar Diskusi Publik Bahas Bahaya Judi Online untuk Generasi Muda
Apa itu defisit..? Secara sederhana, defisit terjadi ketika total belanja daerah lebih besar daripada total pendapatan yang diterima. Jadi saat bisa jadi Provinsi Jambi membelanjakan lebih banyak daripada yang diperoleh, maka muncullah selisih negatif atau defisit. Lalu Mengapa terjadinya deficit..? Peningkatan beban belanja operasional, infrastruktur, gaji pegawai, maupun program sosial, tanpa diimbangi peningkatan pendapatan dan kemudian Struktur penerimaan yang tidak seimbang, pendapatan daerah belum cukup kuat menutupi kebutuhan. Jika ada defisit berulang, maka harus dibiayai melalui pinjaman, penerbitan obligasi daerah, atau dana perimbangan yang sifatnya khusus. Ini memperlihatkan ketidakmandirian fiskal daerah dan berisiko pada masa depan.
Ketergantungan Tinggi pada Dana Transfer.
Provinsi Jambi, sebagaimana banyak daerah lain di Indonesia, memiliki ketergantungan kuat terhadap dana dari pemerintah pusat melalui mekanisme : Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana Bagi Hasil (DBH). Mengapa hal ini menjadi indikator penting..? hal ini dikarenakan Ketidakmandirian Fiskal : Jika sebagian besar pengeluaran daerah bergantung pada transfer, maka daerah belum mandiri secara ekonomi tergantung musim dan mekanisme transfer pusat. Lalu kemudian Volatilitas : Alokasi DAU/DAK/DBH bisa berubah berdasarkan kebijakan nasional, kondisi ekonomi, bahkan isu politik yang menyebabkan APBD daerah menjadi tidak stabil. Dan yang terakhir adalah Konsekuensi Kebijakan : Jika pusat mengubah alokasinya, daerah akan kesulitan memenuhi belanja rutin maupun prioritas pembangunan. Contoh sederhana = Jika transfer pusat menurun 10%, Provinsi Jambi harus melakukan penghematan tajam atau menunda Pembangunan, dan ini berdampak langsung pada pelayanan publik.
Baca Juga:
Harga Sawit di Jambi Naik Pekan Ini
Kinerja Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Apa itu PAD..? PAD adalah pendapatan yang diperoleh langsung oleh pemerintah daerah sendiri, seperti : Pajak daerah (reklame, hotel, restoran, parkir, air permukaan), Retribusi daerah (pelayanan publik, izin usaha, pasar, terminal), Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan (P3D), Lain-lain PAD yang sah sesuai dengan perundangan yang berlaku (misalnya denda administrasi, bunga). Lalu kemudian Kenapa kinerja PAD penting..? hal ini menjadi penanda efisiensi dan kreativitas pemerintah daerah dalam meningkatkan penerimaan, tanpa tergantung pusat, Memperkuat posisi keuangan (PAD) yang besar dan stabil bisa menutup sebagian besar belanja rutin. Namun biasanya terdapat banyak tantangan signifikan yang terjadi diantaranya adalah :
1. Dasar Hukum Dan Tarif Belum Optimal.
Tarif pajak dan retribusi mungkin masih relatif rendah dibanding potensi. Penyesuaian tarif yang cermat bisa meningkat PAD.