WahanaNews-Jambi I Menurut Busyro Muqqodas, isu Taliban tidak pernah ada sejak KPK periode 1 sampai periode ke-3.
Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu membongkar fakta di balik isu taliban di lembaga anti rasuah.
Baca Juga:
ICW Pandang Kortastipidkor Harus Fokus Benahi Integritas Internal Polri
“Lalu periode keempat itu ada guyon-guyonan (Taliban), tapi guyonan-guyonan itu bukan menggambarkan, (atau) tidak memiliki kesamaan dengan isu Taliban yang dihembuskan oleh buzzer tadi atau oleh aparat lain yang tidak jelas,” kata Busyro Muqqodas dalam diskusi ‘Historis TWK KPK dan Peta Besar Pelemahan Pemberantasan Korupsi’ yang diselenggarakan ICW, Kamis (21/10/2021).
Busyro mengatakan, istilah Taliban yang digunakan di internal KPK ditujukan untuk menggambarkan tentang bagaimana militansi penyidik dalam memberantas korupsi di tanah air.
“Guyonan-guyonan itu menggambarkan bahwa militansi temen-temen ini seperti militansi orang-orang atau tentara-tentara Taliban,” ujarnya.
Baca Juga:
Usut Kasus Kerugian Negara dan Cuci Uang, ICW Sebut Kejagung Ungguli KPK
“Padahal mereka ini lintas agama ada yang Kristen, ada yang Hindu, ada yang Budha, ada yang Islam. Nah semuanya itu militansinya luar biasa, luar biasa.”
Menurut Busyro, lembaga negara yang memiliki pegawai-pegawai seperti itu tidak butuh waktu yang lama untuk melakukan perbaikan-perbaikan.
“Sampai di situ berhenti isu mengenai Taliban tadi, berhenti di dalam, tidak sampai keluar,” katanya.
“Nah begitu menjelang akhir periode Pak Agus Rahardjo, dimana Pak Agus berakhir itu, lalu dibentuk pansel KPK seperti tadi yang sudah disampaikan, pansel KPK dibentuk oleh Presiden Jokowi.”
Kemunculan Pansel KPK ini kemudian diikuti dengan munculnya bagan tentang Taliban yang menunjukkan sejumlah wajah.
Busyro menuturkan dalam bagan Taliban itu terdapat wajahnya, Abdullah Hehamahua, Bambang Widjojanto, Novel Baswedan, dan Yudi Purnomo.
“Saya waktu itu melihat ini gejala apa? Saya belum menemukan jawaban. Nah, setelah pansel ini melakukan langkah-langkah, di antara langkah-langkahnya ialah membuat langkah mengenai seleksi pimpinan KPK, maka seleksi pimpinan KPK itu disusun dengan melibatkan Badan Nasional Pemberantasan Terorisme dengan materi-materi yang terkait dengan radikalisme dan intoleransi dan sebagainya,” cerita Busyro.
“Nah, baru di situlah saya kemudian bisa menyimpulkan ada benang merah antara bagan tentang Taliban yang tadi disebarkan oleh kekuatan-kekuatan yang berbayar tadi, kekuatan-kekuatan gelap hitam kumuh dengan dilibatkannya, diperankannya BNPT tadi.”
Baca Juga: Pengacara Bantah Bupati Kuansing Kena OTT KPK: Hanya Ditelepon Penyidik dan Diminta Merapat ke Polda
Lantas, siapa yang berkepentingan di balik isu Taliban yang sengaja dihembuskan untuk institusi KPK?
“Jadi siapa lagi kesimpulannya jika bukan ada kepentingan-kepentingan politik, interest-interest politik, tentu di sekitar istana untuk pimpinan KPK jilid setelah Pak Agus Rahardjo itu bisa mengatasi apa yang sudah dilakukan periode 1,2,3,4,5. Enam itu periode Pak Firli Bahuri,” ujar Busyro.
“Satu hal yang menonjol, mulai 2008 sampai akhir periode Pak Agus Rahardjo sektor tambang itu menjadi sektor yang menjadi prioritas dari pimpinan-pimpinan kala itu. Karena perampokan-perampokan dengan cara eksploitasi sumber tambang itu dilakukan oleh kelompok-kelompok elit oligarki bisnis dan oligarki politik yang bertemali sangat erat.”
Busyro mengatakan, sudah menemukan data soal perampokan di sektor tambang dan bahkan, sebagian datanya sudah terpublish.
3.000 Izin Usaha Tambah Bermasalah By Design
Dalam data yang diketahuinya, Busyro membeberkan setidaknya ada sekitar 3.000 izin usaha penambangan yang bermasalah.
“Permasalah itu by desain, belum lagi soal penambangan itu yang sangat merusak alam dan sangat mengancam kesejahteraan dan generasi milenial yang akan datang,” ucapnya.
Menurut Busyro, pada era sebelum kepemimpinan Firli Bahuri, sektor-sektor yang disentuh oleh pimpinan KPK sangat memberikan hasil luar biasa kepada siapapun yang berkeinginan rezim ini berkelanjutan pada pemilu 2024.
“Dan itu diperlukan dana yang besar, dana yang besar itu dana yang dari sektor tambang itu. Satu-satunya lembaga penegak hukum yang waktu itu masih independen itu adalah KPK,” kata Busyro.
“Maka dalam logika mereka KPK harus diluluhlantakan dan itu melalui revisi undang-undang KPK, di mana dengan undang-undang nomor 19 tahun 2019 secara kelembagaan KPK itu sudah lumpuh, lumpuh betul.”
Tidak hanya melumpuhkan melalui revisi UU KPK, Busyro menuturkan upaya untuk menghancurkan KPK juga dilakukan dengan memaksakan pegawai Lembaga anti rasuah itu menjadi ASN.
“Masih kurang puas syahwat politik mereka. Nah lalu dengan TWK, TWK yang sebetulnya mencerminkan penistaan terhadap Pancasila dan kebangsaan itu lah dipaksakan sedemikian rupa,” ucap Busyro.
Fakta di Balik Terpilihnya Firli Bahuri
Busyro, lebih lanjut juga mengungkap di balik terpilihnya Firli Bahuri secara mutlak oleh Komisi III DPR RI. Padahal, saat menjabat sebagai Deputi Penindakan KPK Firli Bahuri sudah dinyatakan melanggar kode etik kategori berat.
Dalam ceritanya, Busyro menuturkan fakta Firli Bahuri yang terbukti melakukan pelanggaran kode etik kategori berat justru direspons Kapolri saat itu dengan memberinya tugas.
“Yang kedua yang sangat menarik, Firli Bahuri yang sudah terbukti melanggar kode etik berat ketika menjabat sebagai Deputi penindakan itu oleh Kapolri saat itu justru diberi izin untuk mengikuti seleksi pimpinan KPK,” ucapnya.
“Setelah mengikuti seleksi Pimpinan KPK, lempeng sekali, baru sekali ini seleksi pimpinan KPK semuanya (mutlak menyetujui Firli Bahuri), yang dulu-dulu itu tidak pernah ada yang dapat suara dari yang hadir itu mutlak, baru kali ini.”
Berangkat dari rentetan peristiwa setelah Agus Rahardjo melepas jabatan, Busyro berpendapat tidaklah sulit menyimpulkan apa yang terjadi pada institusi KPK.
“Kesimpulannya nggak sulit kan? Siapa yang sesungguhnya berkepentingan dengan pelumpuhan KPK dengan pelumpuhan 57 pegawai KPK tanpa alasan moral dan hukum itu,” ucap Busyro.
“Siapa yang berkepentingan dengan kepentingan 2024 yang akan datang, jika bukan rezim yang sekarang sangat merawat syahwat politiknya untuk mempertahankan pundi-pundinya dan itu tidak lain adalah meluluhlantakkan institusi KPK, SDM-nya KPK, dan SDM intinya,” tutupnya. (tum)