WahanaNews-Jambi I Diduga adanya perusahaan yang tidak memiliki legalitas berupa Hak Guna Usaha (HGU) sejumlah massa dari masyarakat petani yang bergabung dalam Serikat Petani Indonesia (SPI) lakukan aksi unjuk rasa di depan kantor Bupati Tanjung Jabung Timur (Tanjabtim) Senin, (01/11/2021)
Konflik ini memanas ketika adanya berbagai upaya intimidasi dan penggusuran kepada petani anggota dari SPI Tanjabtim Provinsi Jambi yang melibatkan 3 Perusahaan yaitu PT Wira Karya Sakti/WKS anak perusahaan PT Sinarmas, PT Mendahara Agrojaya Industri/MAI (anak perusahaan PTPN 4) dan PT Kaswari Unggul (perkebunan tidak memiliki HGU) yang berlangsung di sepanjang bulan September-Oktober 2021.
Baca Juga:
Ketum SPI Sebut Dampak Pencabutan Ekspor CPO Belum Signifikan
Aksi yang berlangsung sejak pukul 09:30 tersebut tidak hanya dari SPI saja. Gerakan Mahasiswa Petani (Gema Petani), Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesian(GMNI) cabang Jambi dan Lingkar Studi Mahasiswa Marhaenis (LSMM) Jambi ikut serta bersama rombongan petani dalam menyampaikan aspirasi.
Ahya, Ketua Dewan Pengurus Cabang (DPC) SPI Kabupaten Tanjabtim menerangkan, pada tanggal 19 Oktober 2021, PT WKS mendatangi rumah dan tanah pertanian petani di Kecamatan Geragai dengan membawa spanduk yang berisi ancaman agar petani segera membongkar rumah dan mencabut tanaman yang sedang dibudidayakan. Apabila dalam tiga hari petani tidak mematuhi, tanaman dan rumah akan dibongkar dan digusur secara paksa oleh perusahaan.
Ahya menyayangkan kejadian tersebut, padahal penyelesain konflik agraria petani anggota SPI dengan PT WKS sedang dalam proses percepatan di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI (KLHK).
Baca Juga:
SPI Tuding Impor Daging Sapi Biang Kerok Penyebaran PMK, Kemendag Membantah
Usaha para petani dan aliansi Mahasiswa untuk menemui Bupati Tanjabtim tidak berlangsung begitu saja. Sesaat setelah tiba di Lapangan Kantor Bupati, para pengunjuk rasa dihadang oleh pihak kepolisian dan membujuk massa untuk tidak memancing keributan.
Merasa kedatangan mereka tidak disambut baik oleh Bupati Tanjabtim, masyarakat dengan ber-orasi mendesak Bupati untuk segera hadir menemui para petani untuk mendengarkan tuntutan mereka.
Seolah mengulur-ulur waktu, ditengah penyampain orasi, H. Romi Haryanto Bupati Tanjabtim akhirnya bersedia datang menemui massa dengan sikap arogan yang memicu gesekan dan kericuhan antara petani, mahasiswa dengan pihak kepolisian yang sempat disorot oleh beberapa media.
Keinginan petani untuk melakukan audiensi dengan Bupati terpenuhi. Bupati mengajak beberapa perwakilan dari petani salah satunya, Ahya untuk mediasi bersama dengan perwakilan BPN di dalam kantor bupati .
Ahya mengatakan bahwa Romi Haryanto pernah memberikan dana kepada petani Teluk Dawan untuk membuat kuasa hukum dan menuntuk hak atas masyarakat yang sebetulnya mempunyai legalitas. Bupati berjanji supaya masyarakat dipersilahkan mencari tim kuasa hukum asalkan jangan 100 juta,
”Kalau dibawah 100 juta saya akan bantu,”ucap Romin Haryanto kala itu dan mengundang 9 perwakilan untuk memberikan uang muka sebanyak 10 juta.
Setelah mendapatkan tim hukum, Bupati mengundang Ahya ke rumah dinas bupati dan menyampaikan, “Bang! Abang yang mau terima tanah nih masa saya yang harus bayar semua?” pada waktu itu Bupati tidak ingin bagi dua, melainkan meminta bagian sebanyak 30% saja.
Sejak itu uang tersebut ada kwitansi nya dan membuat kuasa hukum (Ahmad Jhoni) namun tidak berproses karena masyarakat juga tidak mau mengeluarkan dana karena posisi tanah Ahya saja hanya sebanyak 2 hektar.
Itulah dasarnya kasus tersebut terhenti, namun hanya untuk teluk Dawan di 2015 dan 2016.
Ahya bersedia apabila diperlukan pemeriksaan terhadap bukti berupa kwitansi serta tim hukum siap untuk dipanggil.
Romi Haryanto membenarkan bahwa PT Kahwari Unggul rupanya sampai saat ini belum mempunyai Hak Guna Usaha (HGU), namun ini juga tidak membatalkan hak-hak mereka.
Setelah dibuktikan bahwa PT Kaswari tidak memiliki HGU, berdasarkan salah satu pasal di Perpres 86 setalah HGU perusahaan berakhir dan tidak diperpanjang paling lambat selama 1 tahun maka dapat diusulkan menjadi Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) dan itulah dasar hukumnya.
Maka tahun 2018 sejak tahu itu, kemudian di 2019 tanggal 3 november dan 23 Desember dipanggil Serikat Petani Indonesia (SPI) untuk bertemu dengan Presiden Joko Widodo dan mengajukan usulan dan sudah berproses.
Dalam proses tersebut KSPI seluruh Indonesia melayangkan 36 usulan yang mengarah kepada BPN dan untuk jambi ada 2 usulan yaitu untuk Kabupaten Muaro Jambi dan Tanjung Jabung Timur (Tanjabtim).
Untuk konflik di Tanjabtim bukan lain adalah menyangkut PT Kaswari.
Dari pengakuan Ahya, petani telah melakukan audiensi kepada Kanwil BPN Jambi dan dari audiensi tersebut kemudian mengadakan pertemuan dan penyerahan data. Yang menjadi persoalan adalah proses reforma agraria menggunakan gugus tugas reforma agraria itu sangkutnya tidak singkron di Pemerintah Daerah karena sebetulnya Tim Gugus Reforma Agraria di Tanjabtim belum ada.
Harapannya saat ini adalah bagaimana mencari solusi dari usulan ini karena saat ini kenyamanan bertani di ganggu, gubuk dirobohkan, tanaman dicabuti.
“Kalau melihat UU no. 39 tahun 2014 PT Kaswari telah melanggar dan layak untuk dihentikan dan stop kan perselisihan petani dengan pihak kepolisian dan Satpol PP,” kata Ahya.
Perwakilan BPN angkat bicara terkait hal ini dan meyampaikan bahwa PT Kaswari Unggul memiliki ijin lokasi dan sudah mengurus ijin HGU namun masih dalam proses dan pada saat didaftarkan belum mampu menyelesaikan perijinan.
Pihak BPN meminta petani memasang Patok untuk tanah yang diklaim dan menyerahkan nilai koordinat dan dipetakan guna mempermudah pengidentifikasian.
Romi Haryanto juga menambahkan, “Kalau saya punya kewenangan, kalau saya punya hak, sudah saya tutup kaswari, namun kita harus ikuti prosedur hukum dan ada aturan –aturan terkait dengan itu,” katanya.
Penyampaian tuntutan yang berlangsung selama 1 jam tersebut tidak menemukan titik terang. Diakhir pertemuan Ahya menyampaikan bahwa tidak perlu berbicara patok, ini dirobohkan oleh perusahaan sebagai bentuk penghilangan jejak BPN, menurunkan tim untuk mencabuti tanaman, patok-patok dicabuti dan gubuk dirobohkan.
“Kami tidak akan saling menyalahkan kami hanya ini keinginan kami di akomodir dan carikan solusi ya supaya tidak menjadi perdebatan panjang. Lucu kalau kami masyarakat selalu berdebat dengan pemerintah. Tuntutan kami terhadap PT Kaswari untuk memenuhi kewajiban HGU harus segera diselesaikan dan mempertanggungjawabkan siapa yang punya kewenangan terkait PT Kaswari Unggul yang tidak memiliki legalitas namun masih beroperasi,” kata Ahya. (tum)