Terkait hal itu, Reporter Wahananews.co menghubungi putra dari Himpal Siagian yakni Mangara.
Advokat jebolan fakultas hukum Universitas Indonesia tersebut menjelaskan historis perolehan dan peruntukan lahan milik KUD Tungkal Ulu dengan lahan milik BKKBN serta sumber pembiayaan pembangunan kebun kelapa sawit yang jelas berbeda.
Baca Juga:
Menteri AHY Ungkap 2 Kasus Mafia Tanah di Jabar Rugikan Negara Rp3,6 triliun
"lahan BKKBN itu seluas 500 hektar diperuntukkan bagi 74 orang peserta rakerda BKKBN, dan Bapak saya dan Yasril Sari merupakan peserta rakerda tersebut. Dan sudah jelas juga bahwa kami Para Penggugat di tahun 1992 sudah ada melakukan pembenihan bibit kelapa sawit hingga menanamnya, dan itu dilakukan oleh Bapak saya, Himpal Siagian dengan sumber pembiayaan mandiri, kalau lahan KUD Tungkal Ulu luas lahannya 4.150 hektar dimana peruntukkannya diberikan kepada masyarakat dalam hal ini KUD Tungkal Ulu yang terikat dalam perjanjian kemitraan inti plasma antara PT CKT sebagai inti dgn KUD Tungkal Ulu sebagai plasma," kata Mangara.
"PT CKT atas lahan plasma KUD tersebut baru melakukan penanaman di tahun 1996 dengan sumber pembiayaan KKPA sedangkan orang tua Saya menggunakan biaya mandiri atau pribadi hasil pinjam sana pinjam sini," tegas Mangara. Dana KKPA yang diperoleh KUD TUNGKAL ULU bersumber dari Dana KLBI sebesar 75 % dan 25 % dari Bank Pelaksana untuk membangun kebun kelapa sawit.
Terkait asal usul tanah baik BKKBN maupun Masyarakat dalam hal ini KUD Tungkal Ulu adalah sama-sama perolehan tanahnya dari pemerintah", tambah Mangara
Mangara juga menambahkan, perihal SK Gubernur Kepala Daerah Tingkat I atas lahan milik kami, kuasa hukum tergugat mestinya lebih jeli menyangkut hal itu.
Baca Juga:
Nirina Zubir Penasaran Bukti Baru Eks ART Rebut Empat Sertifikat Tanah
"Ranahnya beda, terkait keputusan pemerintah sudah jelas aturan mainnya di proses dalam Badan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) bukan di pengadilan umum dong, harusnya para tergugat membuktikan perolehan tanahnya yang sebenarnya dengan menghadirkan saksi-saksi dan pihak-pihak perbatasan dalam persidangan", lanjutnya.
Disinggung tentang sporadik yang dimiliki oleh salah satu tergugat sebagai dasar penerbitan sertifikat untuk melakukan panen buah sawit miliknya lalu dijual, Mangara mengatakan disitu terindikasi adanya rekayasa surat keterangan ahli waris dan mal administrasi.
"tanah didalam sporadik Erwin Setiawan, Lili Marlina dan Dedi Ariyanto perolehan tanahnya dari warisan orang tuanya sedangkan di dalam keputusan Kakanwil BPN Jambi tertanggal 27 November 2017 pemberian hak milik kepada Erwin Setiawan, Lili Marlina dan Dedi Ariyanto perolehan tanahnya dari pemberian pemerintah.