Sehubungan dengan pengaruh yang merusak akibat penampilan kemewahan para wisatawan di tengah-tengah kemiskinan setempat, Bank Dunia mengemukakan pesannya yaitu “Dengan ramalan (forcasting) dan perencanaan (planning) yang cukup matang, maka kerusakan-kerusakan yang demikian itu dapat dihindarkan dan keuntungan-keuntungan dari kepariwisataan dapat ditingkatkan lebih jauh lagi”.
(International Journalism of Tourism management, C.D.G. Collection, 1979). Perkembangan pariwisata di negara-negara lain telah meluas dengan cepatnya, di lain pihak ketergantungan pada orang-orang asing untuk mengurus hotelhotel dalam beberapa tahun mendatang secara perlahan-lahan akan lenyap.
Baca Juga:
Sinergi Bunda PAUD dan IAD Jambi: Wujudkan PAUD Bebas Perundungan Lewat Program Parenting Class
Hal ini bisa diterima dengan akal sehat dan menuntut prioritas utama dari segala sudut pandang, baik dari segi ekonomi, sosial, maupun politik. Kebutuhan pendidikan dan latihan bagi yang bekerja di sektor pariwisata, hendaknya seimbang dengan baik.
Yang kita perlukan bukanlah sekedar lulusanlulusan manajemen terbaik, tetapi juga manajemen kelas menengah dengan diplomadiploma yang telah disediakan di pusat-pusat latihan pariwisata. Kita juga memerlukan para pegawai pembantu, misalnya juru masak, kepala pelayan, pengurus rumah tangga yang telah mengikuti kursus-kursus pendek yang menitik beratkan kepada segi-segi manajemen dasar dari pekerjaan ini.
Baca Juga:
MenKes Dorong Kurikulum Kesehatan Masuk di Semua Jenjang Pendidikan
Kemudian, tentunya kita memerlukan jumlah staf operasional, kursus-kursus dasar kejuruan untuk waiters, para juru masak, pelayan-pelayan kedai minuman (barmen), pembersih kamar (chambermaids) dan sebagainya.
Hal yang penting diperhitungkan bahwa pendidikan dan latihan hendaknya berada dalam keseimbangan yang tepat dalam konsep dan tujuannya dengan kebutuhan total industri ini, bila sampai terlalu banyak juru masak sedangkan tenaga manajer masih kurang atau pun sebaliknya, maka kondisi ini jelas tidak menguntungkan.