Apalagi, sejak diberlakukannya larangan ekspor CPO itu sampai kini harga minyak goreng masih dalam kondisi yang sama dan tidak ada penurunan. Kebijakan Presiden Jokowi ini juga dinilai Kasriwandi menyengsarakan para petani sawit yang ada di RI.
“Ingat ya, Indonesia ini adalah produsen minyak sawit nomor satu di dunia, Indonesia ini juga merupakan negara penghasil CPO terbanyak di dunia. Produksi sawit Indonesia ini mencapai 43,5 juta ton dengan pertumbuhan rata-rata 3,61 persen per tahun dan ini membuat CPO jadi penyumbang devisa ekspor terbesar bagi Indonesia. Kini malah ekspor CPO dilarang, ini yang jadi pertanyaan bagi kita, apa mungkin Presiden tidak tahu dengan persoalan ini,” terang Kaswandi.
Baca Juga:
Bos Sawit Sumringah, Harga CPO Menguat di Awal Pekan
Kaswandi juga menyebutkan dengan anjloknya harga TBS tidak sebanding dengan harga pupuk. Saat ini harga pupuk malah lebih tinggi dari biasanya.
“Sekarang ini kalau petani sawit panen sebanyak 2 Ton dapat Rp 1,5 juta rupiah dan itu sama dengan harga dua karung pupuk. Sedangkan dua karung pupuk itu dapat sekitar 100 batang sawit, jadi tidak sampai 1 hektar dapat seluruh sawit yang terpupuk. Ini kan jadi panen cuman untuk beli pupuk saja, untungnya dapat di mana. Itu ibaratkan 300 persen naik harga pupuk, 300 persen harga TBS turun, jadi mana dapat duit petani kalau kayak ini,” ucap Kaswandi.
Dengan anjloknya harga sawit ini lantaran larangan ekspor CPO, sejumlah petani sawit di Jambi lakukan aksi demo. Demo itu digelar pada Selasa (17/5) lalu baik di Kabupaten Batanghari, dan Kabupaten Merangin Jambi. Tidak hanya itu sebagian petani sawit di Jambi juga menuju istana Presiden untuk lakukan aksi demo yang sama. Demo itu sebagai bentuk agar kebijakan larangan ekspor CPO itu dihilangkan agar dapat mensejahterahkan para petani sawit. [yg]