Surat tersebut menjelaskan bahwa masa kepengurusan Ketua dan Wakil Ketua BEM baik tingkat Universitas dan tingkat Fakultas telah habis sehingga kini BEM mengalami kekosongan kepengurusan.
Kebijakan Rektorat ini mengalami ketimpangan dalil karena surat tersebut dikeluarkan berdasarkan Peraturan Rektor Universitas Jambi No. 4 Tahun 2018 tentang Organisasi Kemahasiswaan di Lingkungan Universitas Jambi.
Baca Juga:
Sambut Masa Tenang Pilkada Jakarta, KPU Jakbar Gelar Panggung Hiburan Rakyat
Akan tetapi, hal ini tidak sesuai dengan
Peraturan Rektor Universitas Jambi Nomor 4 Tahun 2018 Pasal 18 poin (d) yang menyebutkan MAM-UNJA berwenang “mengusulkan pelaksana tugas Ketua dan Wakil Ketua BEM-UNJA kepada Rektor melalui Wakil Rektor bidang Kemahasiswaan dan Alumni apabila terjadi pemberhentian Ketua dan Wakil Ketua BEM-UNJA secara bersamaan dalam satu pengurusan.”
Dalam surat terbukanya, Aliansi Mahasiswa Universitas Jambi tersebut menjelaskan bahwasanya tindakan rektor UNJA tersebut merupakan bentuk intervensi birokrasi yang tidak seharusnya dilakukan terhadap demokrasi kampus. Oleh karena intervensi tersebut tidaklah sesuai dengan Permendikbud Nomor 155 Tahun 1998 Tentang Pedoman Umum Organisasi Kemahasiswaan di Perguruan Tinggi, pada pasal 2 yang berbunyi :
“Organisasi kemahasiswaan di perguruan tinggi diselenggarakan berdasarkan prinsip dari, oleh, dan untuk mahasiswa dengan memberikan peranan dan keleluasaan lebih besar kepada mahasiswa.”
Baca Juga:
Sekjen GEKIRA Partai Gerindra: Pemilukada Damai Bukti Rakyat Cerdas
Refor Diansyah, Aktivis yang bergerak di Bidang Pendidikan turut menyoroti insiden ini.
Alumni UNJA yang juga mantan Ketua Umum IMAKIPSI 2019 - 2021 tersebut menuturkan bahwa Seharusnya rektor turun untuk berdiskusi secara langsung kepada mahasiswa.