JAMBI.WAHANANEWS.CO - Mengacu RUU Pemilu yang masuk dalam daftar Program Legislasi Nasional Prioritas 2025 usulan Badan Legislasi atau Baleg DPR, artinya pembahasan soal revisi harus dilakukan tahun ini. Jika terlambat, pembahasan RUU Pemilu kemungkinan besar tahun 2026 secara resmi mulai dilakukan.
Hemat saya, jika ingin melakukan revisi awal periode itu adalah saat yang tepat untuk memperbaiki sistem pemilu, yang jauh dari pelaksanaan pemilunya. Supaya semua pihak betul-betul objektif dan punya cukup waktu untuk mengelaborasi dan berkomunikasi dengan seluruh stakeholder bangsa dan negara.
Baca Juga:
Aparat Desa dan Kades Gelar Aksi di Depan Gedung DPR, Puan Maharani Angkat Suara
Sedikitnya ada 8 (delapan) isu prioritas revisi UU Pemilu ini. Lima di antaranya merupakan persoalan klasik, yakni evaluasi sistem pemilu legislatif proposional terbuka, ambang batas parlemen, ambang batas pencalonan presiden, penataan ulang distribusi dan besaran daerah pemilihan (dapil, district magnitude), dan sistem konversi suara ke kursi dewan.
Sisanya, adalah isu-isu kontemporer. Pertama, evaluasi sejauh mana keserentakan pemilu berhasil menciptakan efektivitas dan efisiensi.
Kedua, kajian terkait peran teknologi dalam pemilu, termasuk di antaranya evaluasi Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) dan infrastruktur penunjang digitalisasi pemilu.
Baca Juga:
Mantan Bupati Paluta Berpeluang Besar Menjadi Anggota DPR RI Dapil Sumut 2
Ketiga, pengaturan yang lebih ketat soal mahar politik dan politik uang beserta mekanisme pengawasan dan konsekuensi hukumnya.
Keempat, penyempurnaan rezim pemilu yang saat ini terdapat banyak ketidakseragaman pengaturan antara rezim pemilu nasional dengan rezim pilkada.
Urgensi pembahasan RUU Pemilu sangat dipengaruhi oleh putusan MK Nomor 116 terkait dengan keterwakilan parlemen. Kemudian kita mencatat banyaknya uji materi di Mahkamah Konstitusi dari 2023 sampai 2024 ada 98 kali.