Misalnya, ada Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memerintahkan pembentuk undang-undang agar merevisi ketentuan ambang batas parlemen (parliamentary threshold) yang saat ini besarannya 4 persen.
MK meminta agar besaran itu dievaluasi dengan rasional dan memperhatikan pendapat para pakar agar ditemukan angka yang secara ilmiah lebih tepat.
Baca Juga:
Aparat Desa dan Kades Gelar Aksi di Depan Gedung DPR, Puan Maharani Angkat Suara
Sebab besaran itu dinilai tidak selaras dengan sistem pemilu proporsional lantaran banyaknya suara rakyat yang terbuang.
Banyak partai politik yang gagal memenuhi ambang batas 4 persen tersebut, sehingga setinggi apa pun suara caleg mereka tidak dapat dikonversi menjadi kursi di DPR.
Keputusan MK ini tentu akan membawa celah hukum menjadi pekerjaan rumah bersama untuk kemudian para pihak memiliki sudut pandang yang sama terhadap aturannya.
Baca Juga:
Mantan Bupati Paluta Berpeluang Besar Menjadi Anggota DPR RI Dapil Sumut 2
Pembahasan revisi Undang-Undang atau UU Pemilu harus segera dilaksanakan, karena sejumlah putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memerintahkan rekonstruksi beberapa substansi di undang-undang tersebut.
Dimana tindak lanjut putusan MK yang memerlukan pembahasan secara matang dalam waktu memadai yang memungkinkan pelibatan para pemangku kepentingan secara luas akan terpenuhi, sehingga pembahasan RUU Pemilu dengan waktu yang cukup dapat menghindari ketergesaan ataupun penolakan masyarakat.
Selain itu, dengan waktu yang panjang pemerintah dan legislatif bisa melakukan simulasi pilihan kebijakan bila pembahasan RUU Pemilu segera dimulai simulasi pilihan kebijakan itu diperlukan agar nantinya penerapannya bisa tepat.