“Mari masyarakat kita terus berjuang bersama mendorong pemerintah untuk perjuangan berikutnya dan mendorong status kawasan 700 ha tersebut,” ajaknya.
Senada dengan itu, Fransdody selaku koordinator Wilayah Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) wilayah Jambi menjelaskan bahwa Lokasi Prioritas Reforma Agraria (LPRA) sebagai jawaban untuk memperbaiki struktur penguasaan agraria karena TORA dianggap tidak menyasar kepada daerah - daerah konflik.
Baca Juga:
Mobil Patwal Iring-Iringan Bupati Tanjabbar Terguling, Bagaimana Kronologis nya?
“Lokasi Prioritas Reforma Agraria, lokasi-lokasi yang dijadikan reforma agraria haruslah diprioritaskan di daerah konflik, bukan di tanah-tanah aman yang disertifikatkan. TORA sistemnya Top Down, ditunjuk dari atas ke bawah, sedangkan reforma agraria sejati didongkrak dari rakyat, atas usulan rakyat, ” ungkapnya.
Fransdody juga mengapresiasi tindakan yang dilakukan Bupati dalam mendorong Reforma Agraria di Jambi khususnya Kabupaten Tanjung Jabung barat di Desa Delima. Dalam hal ini bupati juga mendorong lahan garapan masyarakat delima untuk ditetapkan sebagai Objek Reforma Agraria kepada kementerian sebagai jalan keluar penyelesaian konflik agraria.
Baca Juga:
Seorang Ayah di Tanjabbar Nekat Mencuri Ayam Untuk Beli Susu Anak Usia 4 Bulan
Erijal selaku ketua Persatuan Petani Jambi (PPJ) turut menyampaikan pandangannya mengenai pembagian sertifikat ini. Menurutnya, pembagian sertifikat di Delima yang didasarkan atas pelepasan kawasan hutan itu di areal ijin konsensi PT.WKS. Yang mana pada tahun 2013 ada perubahan RT/RW Provinsi Jambi. Maka, pihaknya berupaya untuk mengusulkan pelepasan areal - areal anggota PPJ terutama yang sudah ada bukti di lapangan ada lahan lebih kurang 350 ha yang sudah dikuasai masyarakat dari total lahan sekitar 700 ha.
“Jadi itu yang kami usulkan pada Pemda waktu itu di Kantor BAPPEDA. Disitu dilakukan pertemuan untuk diusulkan untuk melakukan perubahan RT RW yang dihadiri oleh pemerintah kabupaten tanjabbar juga, dari PPJ mengusulkan untuk desa Delima sekitar 700 Ha yang berupa dalam kawasan hutan. Maka pada tahun 2013 itu juga ada perubahan RT RW 2013 maka diterbitkanlah areal Desa Delima itu yang disetujui oleh pemerintah yaitu sekitar 61 ha yaitu berupa lahan pekarangan rumah. Masih banyak lagi yang belum diselesaikan yaitu yang tuntutan 700 ha maka kami pun akan berupaya agar lahan lahan yang dikuasai masyarakat dilepaskan dari kawasa hutan,” ujar Erijal.
Acara tersebut juga diisi dengan beberapa agenda lain seperti, seminar, penyuluhan, musik akustik, kuda lumping, panggung rakyat, dan diskusi agraria.